Sunday, January 08, 2012

Coretan 8 Januari 2012 : Lebih Kuat Daripada Kemarin (Stronger Than Yesterday)

Yesterday is gone... Itulah hal yang sering katakan atau rasakan. Hari kemarin telah berlalu, namun kita terkadang tidak menyadari (atau mungkin enggan menyadari) hari yang sedang kita jalani tidak lebih baik dari hari kemarin. Sayyidina Ali pernah mengatakan bahwa orang yang hari ini sama dengan hari kemarin adalah orang yang merugi,kemudian orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin adalah orang yang celaka. Orang yang terbaik adalah orang yang hari ini lebih baik dari ini dan hari esok lebih baik dari hari ini. Dibutuhkan sebuah tekad untuk merubah diri dalam menjadikan diri lebih kuat dari hari kemarin. Terkadang lingkungan dan teman yang tidak mendukung perbaikan diri kita menjadi masalah utama dalam menguatkan tekad kita untuk menjadi lebih baik. Namun sebenarnya kita sendirilah yang menjadi pengambil keputusan atas setiap respon kita terhadap kejadian dalam hidup kita, bahkan hal yang melukai kita. Dr. Stephen R. Covey, penulis Seven Habits of Highly Effective People mengatakan "It's not what happens to us, but our response to what happens to us that hurts us. Of course, things can hurts us phisically or economically and can cause sorrow. Bukan apa yang terjadi kepada kita, namun respon kita terhadap sesuatu yang terjadi yang menyakiti kita. Sudah pasti, banyak hal yang dapat menyakiti kita secara fisik dan ekonomi dan dapat menimbulkan duka. Hanya hati kita yang mengizinkan saat kita disakiti, apakah kita memutuskan untuk tegar atau terluka. Oleh karena itu, putuskanlah bahwa kita dapat selalu tersenyum, selalu pantang mundur, bahkan di saat kita tak mampu berpikir jernih/di bawah tekanan. Memang tak mudah dan harus dilatih, namun Insya Allah kita bisa melakukannya. Karena Allah pun akan tersenyum melihat hamba-Nya yang selalu bekerja keras dan memelihara respon positif atas segala hal yang dialaminya, dan bukan hal yang tidak mungkin Allah akan turut membantu dan menolongnya setiap saat. Dengan respon positif dan keuletan, Insya Allah kita akan menjadi lebih kuat dari hari kemarin, dan hari esok kita lebih baik dari hari ini. Dua hal tersebut juga dapat memacu kita untuk menciptakan Better Ways (cara-cara yang lebih baik), dalam bidang pekerjaan maupun kehidupan kita. Pada akhirnya, tak ada yang dapat mengalahkan kita kecuali diri kita sendiri. Maka berdamailah dengan diri kita sendiri dan jadikanlah hidupmu lebih kuat dari hari kemarin (Stronger Than Yesterday). iDream...iCan...

Saatnya menjawab tantangan...

Saatnya menjawab tantangan dunia... Tak ada waktu untuk berputus asa... Tak ada harapan untuk menjadi fatalis... Biarkan dirimu dirasuki rasa optimis... Dalam menggapai impianmu... Dalam memberikan yang terbaik... Untuk Allah... Untuk dirimu... Untuk orang terdekatmu... Dan untuk semua orang... May you'll proud to be a pride :)

Saturday, January 07, 2012

Coretan Tanggal 7 Januari 2012

Tetaplah semangat menjalani hari-harimu. Yang terbaik akan datang kepadamu di saat yang tepat. Yakinlah, karena keyakinan akan menguatkan langkahmu di setiap waktu. Selamat menjalani aktivitasmu di hari Sabtu. Happy Weekend :)

KISAH CINTA ALI-FATIMAH

Kisah ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali” Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan! ‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu. ”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya. Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali. Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah. ’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan. Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut. ’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..” Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan. Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu? ”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ” ”Aku?”, tanyanya tak yakin. ”Ya. Engkau wahai saudaraku!” ”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?” ”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!” ’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan. ”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?” ”Entahlah..” ”Apa maksudmu?” ”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!” ”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !” Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. ’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ” ‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?” Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu” Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.” Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya: “Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4).

sebuah kontemplasi tentang cinta

cinta,sesuatu yang abstrak namun dapat menggugah realita sesuatu yang membahagiakan namun terkadang sangat menyakitkan cinta memang abstrak tapi cinta tak memerlukan abstraksi karena cinta adalah sebuah implementasi dari makna cinta itu sendiri cinta tak memerlukan ribuan idiom sarat makna namun cinta adalah sebuah naluri naluri untuk selalu memberi tanpa memandang subjek dari cinta itu cinta pun membutuhkan kepercayaan kepercayaan untuk selalu bertumbuh agar selalu menjadi lebih baik tidak hanya dengan idiom "apa adanya" cinta adalah pilihan hati janganlah menyalahkan cinta saat ia melukai karena hatilah yang mengizinkan apakah hati akan bahagia atau bahkan terluka karena cinta dan percayalah cinta yang diridhoi-Nya lah yang akan membuat kita semua bahagia Insya Allah selamanya (ditulis tanggal 14 Maret 2009 dengan tambahan seperlunya)

Esensi Hidup

esensi hidup.... apa yang kita cari dalam hidup? adakah sesuatu yang indah? apakah yang membuat kita bahagia? apakah sesuatu yang membuat kita berubah menjadi lebih baik? ataukah hanya sekedar pemuasan ego? ataukah ketenangan batin yang hakiki? hidup sungguh sangat kompleks... sudahkah kita menemukan esensi hidup kita? adakah hidup duniawi semata yang tak kekal? ataukah hidup duniawi yang selalu di iringi visi ukhrawi kita? atau bahkan visi ukhrawi semata yang menyiapkan kehidupan yang notabene kekal? sungguh pengalaman hidup dan lubuk hati kita yang akan memberi jawabannya... dunia ini sangat indah untuk dipahami.... bahkan dari sebuah keindahan itu sangat mungkin akan menimbulkan sebentuk cinta... yang notabene adalah karena kita mampu memahami keindahan tersebut... tapi bagaimanakah cinta itu? apakah kita semata cinta pada si pemilik keindahan tersebut? ataukah kita malahan cinta pada sang Pencipta keindahan tersebut dahulu agar cinta kita terasa wajar dan tak lancang pada si pemilik keindahan? sungguh takkan ada habisnya untuk membicarakan cinta karena setiap manusia pasti akan selalu belajar memahami sesuatu.... cinta dan esensi hidup,adakah hubungannya? Kita semua pasti akan menemukan jawabannya... Mulai saat ini, mari kita temukan visi hidup kita yang hakiki dengan memberikan yang terbaik pada semua hal yang kita cintai (terutama Allah SWT dan Rasul-Nya) dan bisa bahagia karena apa yang kita berikan pada smua hal yang kita cintai, bukan karena pada siapa kita memberikannya....

Taman Dakwah dan Taman Walt Disney :)

Taman Walt Disney? tempatnya Rekreasi, bersenang-senang, melepas jenuh, bersuka ria, berbagi tawa canda, dan masih banyak lagi. kebahagian dunia, tercapaikah? ya, walau entah sampai kapan, namun tetap mengasyikkan. Kita terkadang perlu menghibur diri agar hati kita tak menjadi buta :) Taman Dakwah? didalamnya terdapat orang-orang yang saling mengingatkan, saling mendoakan(bahkan sampai doa yang saudaranya sendiri tak tahu sehingga doa tersebuat langsung di ijabah Allah), saling meluruskan, saling menasihati dalam kebaikan, dan saling tolong menolong dalam kebaikan, serta yang pada akhirnya mereka dapat bergandengan tangan menuju tempat yang dirindukan bersama-sama, Surga Allah SWT :) . Indah memang, namun mengapa terkadang kita menyadari, bahkan sengaja untuk menyadarinya? Ternyata hanya hati kecil kita yang disinari hidayah Allah yang akan mampu menjawabnya. Hidayah? jelas milik Allah, namun bagaimana dengan jalan menuju Hidayah Allah? Insya Allah ikhtiar manusia yang jujur pada Allah dan dirinya sendiri. Contoh jelas adalah bagaimana mu'allaf di Eropa melejit pesat. Tidak ada yang salah dengan dua taman tersebut, kita boleh masuk ke dua taman tersebut. Namun pilihan tetap ada di tangan kita. Silakan mencoba dua taman tersebut dan rasakan keindahannya. Semoga Allah selalu merahmati kita semua :)

Tuesday, January 03, 2012

Focus on Solution, not on Situation

In daily life, we are always faced by many situations/problems, not only repeatedly situations but also new situations. Nick Vujicic, an inspirational motivator from Australia,  a man that doesn't have legs and feet, says " We are put in situation to build our character, not to destroy us." So, situations make us learn to be better, to be mature, to be positive in looking this life, to be optimist in achieving future. Sometimes we're down when we think that our situations are so heavy to overcome. Truly, all situation is just a "time game". Situations wanna grow us up, not just in our thought but also our attitude. If you have ever watched a movie "Patch Adams", Patch Adams, a man who play a main role, says "Don't focus on problem, but focuson solution". In that movie, Patch Adams feels desperate, and lost the way of life. Then he's placed in a mental hospital. Over there, he met a man named Arthur Mendelson. Arthur Mendelson, a rich and outlier man, is placed in mental hospital because of his excessive creativity that makes people consider him as a crazy man. In mental hospital, Patch Adams got two best lessons from Arthur. First, Patch learned that he can get out of his situations by helping the others. Second, he should focus on solution, not on situation. Finally, he decided to get out of the mental hospital and wanna be a doctor that can help many people. You can watch the complete movie and learn many lessons of life. For conclusion, situation is given by God for 2 simple reasons. First, to tests who best God's servants are. Second, to grow our up and make us a better person than before. "iDream....iCan...."

Monday, January 02, 2012

First Day in 2012

All praises to Allah, we are still able to inhale the fresh air in our surrounding. It's time for me to make my life better than last year, because I don't know whether tomorrow I could improve myself. I started my day by watching "Patch Adams" movie. It's an inspirational movie for me, from this movie I can learn many things about life. One of those, It taught me to get out of my situations by helping the others. Then, we can help the others by make them laugh by our way. I will always try to internalize the good learning that the movie give. Then, I go to my office to do my routine job, reporting. I'm glad that I gradually adapt the circumstances over there. Although my jobs is not easy, I have a conviction that I can do my jobs better day by day. For the first time, I made a template for branches in reporting. Thank You Allah. I will always remember that in January 1st I made a template for branches in reporting. One main thing I learned last daya is "Just get out of your situations/problems by helping the other". What a Great Day! :)