PENGARUH DANA PIHAK KETIGA, TINGKAT
BAGI HASIL DAN NON PERFORMING FINANCING
TERHADAP PEMBIAYAAN BAGI HASIL PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA TAHUN 2011-2013
SKRIPSI
DISUSUN
UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT
GUNA
MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI
Disusun
Oleh :
NAMA : SEPTIAN DWI PURWANTO
NO. MAHASISWA : 1214170005
N.P.M : 20123120340357005
FAKULTAS : EKONOMI
JURUSAN : AKUNTANSI
PROGRAM STUDI :
STRATA - 1
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
PERSADA INDONESIA Y.A.I
JAKARTA
2015
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
dana pihak ketiga, tingkat bagi hasil dan non
performing financing terhadap pembiayaan bagi hasil perbankan syariah di
Indonesia. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu terdapatnya pengaruh antara
dana pihak ketiga terhadap pembiayaan bagi hasil, terdapatnya pengaruh antara
tingkat bagi hasil terhadap pembiayaan bagi hasil, terdapatnya pengaruh antara non performing financing terhadap
pembiayaan bagi hasil, dan terdapatnya pengaruh antara dana pihak ketiga,
tingkat bagi hasil dan non performing financing terhadap pembiayaan bagi hasil.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dana pihak ketiga, tingkat bagi
hasil dan non performing financing
dengan variabel terikat pembiayaan bagi hasil. Sampel penelitian yang
digunakan adalah sebanyak 10 bank umum syariah yang terdaftar di Bank Indonesia
pada periode 2011 – 2013 dengan menggunakan purposive
sampling.
Metode
pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda.
Sebelum uji hipotesis dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan
uji asumsi klasik (uji multikolinearitas, heterokedastisitas dan autokorelasi)
yang menunjukkan bahwa semua variabel yang digunakan telah terbebas dari uji
asumsi klasik dan semua variabel berdistribusi normal, dengan menggunakan
program Statistic Package for Social
Science (SPSS) versi 20. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dana pihak
ketiga, tingkat bagi hasil dan non
performing financing secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap
pembiayaan bagi hasil. Uji t membuktikan bahwa terdapat pengaruh antara dana
pihak ketiga terhadap pembiayaan bagi hasil, sedangkan untuk variabel tingkat
bagi hasil dan NPF tidak memiliki
pengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil.
Kata kunci: Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi
Hasil, Non Performing Financing,
Pembiayaan Bagi Hasil
ABSTRACT
This study discusses is analysis of the
effect of third parties fund, equivalent rate and non performing financing of
the revenue sharing financing of Islamic banking in Indonesia. The hypothesis
of this study is the presence of an effect between third parties fund to the
revenue sharing financing, the presence of an effect between equivalent rate to
the revenue sharing financing, the presence of an effect between non performing
financing to the revenue sharing financing, and the presence of an effect
between third parties fund, equivalent rate and non performing financing to the
revenue sharing financing. The purpose of this study is to provide empirical
evidence about the effect of third parties fund, equivalent rate and non
performing financing of the revenue sharing financing in Islamic banking in
Indonesia in the period 2011-2013.
The independent variables used in
this study are third parties fund, equivalent rate and non performing financing
and the dependent variables is revenue sharing financing. Research samples that
are used as many as 10 Islamic banks registered in Bank Indonesia to the period
2011-2013 by using purposive sampling.
The method of testing the hypothesis
in this sudy is multiple linear regression. Before testing the hypothesis is,
first, conducted tests of normality and classical assumption (multicolinearity,
heterocedasitity, autocorrelation test), which indicates that all variables
used have been freed from tests of classical assumption and all normally
distribution using the program Statistic Package for Social Science (SPSS)
version 20. These results prove that the third parties fund, equivalent rate
and non performing financing is jointly have an effect on the revenue sharing
financing. T test to prove there were effects between third parties fund to the
revenue sharing financing, while for variables equivalent rate and non
performing financing partially does not have an effect on the revenue sharing
financing.
Keywords: Third
Parties Fund, Equivalent Rate, Non Performing Financing, Revenue Sharing
Financing
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN
JUDUL.............................................................................................. i
TANDA
PERSETUJUAN SKRIPSI.................................................................. ii
TANDA
LULUS UJIAN KOMPREHENSIF..................................................... iii
SURAT
PERNYATAAN KARYA SENDIRI..................................................... iv
KATA PENGANTAR........................................................................................... v
ABSTRAKSI......................................................................................................... vii
DAFTAR
ISI........................................................................................................... ix
DAFTAR
TABEL.................................................................................................. xv
DAFTAR
GAMBAR.............................................................................................. xvi
DAFTAR
LAMPIRAN.......................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II LANDASAN
TEORI DAN HIPOTESIS
BAB IIII METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL
PENELITIAN
BAB
V KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR
PUSTAKA
DAFTAR
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel II.1 Penelitian
Terdahulu...................................................................... 34
Tabel III.1 Operasionalisasi Variabel.............................................................. 40
Tabel III.2 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi.................................... 48
Tabel
IV.1 Statistik Deskriptif............................................................................ 57
Tabel
IV.2 Uji Normalitas Data......................................................................... 59
Tabel IV.3 Uji Multikolinearitas........................................................................ 63
Tabel IV.4 Uji Autokorelasi............................................................................... 66
Tabel IV.5 Hasil Analisis Regresi.................................................................... 69
Tabel IV.6 Hasil Analisis Korelasi Ganda...................................................... 70
Tabel IV.7 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi................................... 71
Tabel IV.8 Hasil Uji t (Parsial).......................................................................... 73
Tabel IV.9 Uji F................................................................................................... 75
Tabel IV.10 Uji Koefisien Determinasi........................................................... 76
DAFTAR
GAMBAR
Halaman
Gambar
II.1 Rumus Perhitungan Bagi Hasil Dana Pihak Ketiga............. 13
Gambar
II.2 Rumus Non Performing Financing Gross................................ 20
Gambar
II.3 Rumus Non Performing Financing Net.................................... 21
Gambar II.4 Kerangka Pemikiran.................................................................... 36
Gambar IV.2 Uji Normalitas Regresi............................................................... 61
Gambar IV.4 Uji Heterokedastisitas................................................................ 65
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Data Variabel Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi
Hasil,
Non
Performing Financing,
dan
Pembiayaan Bagi Hasil...................................................... 93
Lampiran
2 Output SPSS................................................................................. 94
Lampiran 3 Tabel t............................................................................................. 98
Lampiran 4 Tabel F............................................................................................ 99
Lampiran 5 Tabel Durbin Watson................................................................. 100
Lampiran 6 Surat Penunjukan sebagai Pembimbing.............................. 101
Lampiran 7 Kartu Bimbingan Skripsi........................................................... 102
Lampiran
8 Surat Keterangan Riset............................................................. 103
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perbankan
syariah di Indonesia telah mengalami kemajuan pesat, terutama setelah
disahkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Undang-Undang tersebut menjadi langkah penting dalam perkembangan perbankan
syariah di Indonesia untuk mendukung kebijakan financial inclusion (keuangan inklusif) yang diinisiasi oleh
pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sejak tahun 2008. Kebijakan financial inclusion bertujuan untuk
mencapai kesejahteraan ekonomi melalui pengurangan kemiskinan, pemerataan
pendapatan dan stabilitas sistem keuangan di Indonesia dengan menciptakan
sistem keuangan yang dapat diakses seluruh lapisan masyarakat.
Didukung dengan penerapan prinsip syariah
dalam setiap transaksi perbankan, perbankan syariah memiliki keunggulan dalam
penyediaan produk dan jasa perbankan, khususnya pada dana pihak ketiga (DPK) dan
pembiayaan yang menggunakan sistem bagi hasil, yaitu pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Melalui
sistem bagi hasil maka akan ada pembagian risiko antara penerima modal dan
pemberi modal secara adil dan proporsional sesuai dengan kesepakatan bersama
(Nurhayati dan Wasilah, 2009:84). Hal tersebut memberikan manfaat pada penerima
modal khususnya para pengusaha untuk dapat menjalankan usahanya di sektor riil
dengan baik sehingga dapat berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Di
sisi lain, pemberi modal khususnya perbankan syariah akan mendapatkan
keuntungan atas dana yang disalurkan kepada penerima modal, serta ikut membantu
pemerintah dalam meningkatkan potensi sektor riil di Indonesia.
Berdasarkan
Statistik Perbankan Syariah tahun 2013 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia,
hingga akhir tahun 2013 dana pihak ketiga perbankan syariah di Indonesia telah mencapai
Rp183,5 triliun rupiah, meningkat pesat jika dibandingkan dengan akhir tahun
2008 yang hanya mencapai Rp52,2 triliun. Peningkatan pesat tersebut seharusnya
diikuti oleh peningkatan pangsa pembiayaan bagi hasil agar perbankan syariah
mampu berkontribusi dalam membangun sektor riil di Indonesia. Saat ini
pembiayaan murabahah dengan sistem
jual-beli masih mendominasi total pembiayaan yang diberikan (PYD) baik untuk
BUS (Bank Umum Syariah) dan UUS (Unit Usaha Syariah) maupun BPRS (Bank
Perkreditan Rakyat Syariah). Berdasarkan Laporan Perkembangan Keuangan Syariah
tahun 2013 yang diterbitkan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan), penyaluran
pembiayaan murabahah pada tahun 2013
menempati pangsa 60% dari total pembiayaan BUS
dan UUS, sedangkan untuk BPRS pangsa pembiayaan akad murabahah mencapai 80,3% dari total
pembiayaan yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya
kebijakan-kebijakan pemerintah dan regulator yang mendorong perbankan syariah
agar bisa lebih meningkatkan pangsa pembiayaan bagi hasil sehingga dapat
terjadi peningkatan penyaluran dana untuk sektor riil, termasuk UMKM (Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah). Zainuri (2012) menyatakan bahwa idealnya pembiayaan
yang diberikan oleh perbankan syariah lebih banyak berdasarkan akad-akad mudharabah dan musyarakah, karena lebih sesuai dengan prinsip syariah: profit and loss sharing (PLS).
Salah satu faktor penting dalam meningkatkan
pangsa pembiayaan bagi hasil oleh perbankan syariah adalah tingkat bagi hasil.
Prinsip bagi hasil atau yang sering disebut net
revenue sharing menurut Zainuri (2012) adalah bagi hasil yang dihitung dari
pendapatan setelah dikurangi modal, dan prinsip ini saat ini digunakan oleh
perbankan syariah dalam rangka penghimpunan dana masyarakat dan peningkatan
pendapatan bank syariah. Tingkat bagi hasil bergantung pada kelangsungan usaha
nasabah di sektor riil, sehingga perlu adanya kehati-hatian dalam penilaian
usaha nasabah sehingga bank dapat memberikan nisbah bagi hasil yang sesuai
dengan proyeksi pendapatan nasabah. Tingkat bagi hasil pada pembiayaan mudharabah dan musyarakah pada perbankan syariah sebenarnya mampu bersaing dengan
tingkat suku bunga pada perbankan konvensional, namun edukasi dan sosialiasi
tentang hal tersebut perlu dilakukan secara intensif agar para pelaku usaha
dapat memahami karakteristik pembiayaan yang menggunakan prinsip bagi hasil.
Perbankan syariah
di Indonesia saat ini perlu mewaspadai tingkat pembiayaan bermasalah atau dalam
bank syariah disebut non performing financing (NPF). Salah
satu caranya yaitu dengan selalu meningkatkan mitigasi risiko pada setiap
proses pemberian pembiayaan dan aspek lainnya terkait pembiayaan. Berdasarkan
Laporan Statistik Perbankan Syariah tahun 2013 yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia, rasio non performing financing
perbankan syariah mencapai 2,62%, lebih
baik dibandingkan rasio non performing
financing per Desember 2012 sebesar 3,08%. Meski rasio non performing financing pada tahun 2013 telah membaik namun
kondisi ekonomi Indonesia yang belum stabil membuat perbankan syariah harus
menjaga prinsip prudentiality
(kehati-hatian) agar rasio tersebut tidak memburuk pada tahun-tahun berikutnya.
Hal tersebut berdampak pada iklim usaha yang membuat perbankan syariah perlu
mempersiapkan langkah-langkah antisipasi peningkatan pembiayaan bermasalah
sehingga kinerja perbankan syariah tidak memburuk.
Penelitian Andraeny
(2011) menyimpulkan bahwa dana pihak ketiga dan tingkat bagi hasil berpengaruh
terhadap volume pembiayaan bagi hasil, sedangkan non performing financing tidak berpengaruh terhadap volume
pembiayaan bagi hasil. Hal tersebut membuat penulis tertarik untuk menguji
kembali permasalahan tersebut pada penelitian kali ini. Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “PENGARUH DANA PIHAK KETIGA, TINGKAT BAGI
HASIL DAN NON PERFORMING FINANCING TERHADAP PEMBIAYAAN BAGI HASIL PADA
PERBANKAN SYARIAH INDONESIA TAHUN 2011-2013”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, penulis mengidentifikasi rumusan masalah yang
diteliti sebagai berikut:
1.
Dana
pihak ketiga mempengaruhi pembiayaan bagi hasil perbankan syariah di Indonesia.
2.
Tingkat
bagi hasil mempengaruhi pembiayaan bagi hasil perbankan syariah di Indonesia.
3.
Non performing financing mempengaruhi pembiayaan bagi hasil
perbankan syariah di Indonesia.
4.
Dana
pihak ketiga, tingkat bagi hasil dan non
performing financing mempengaruhi pembiayaan bagi hasil perbankan syariah
di Indonesia.
5.
Pertumbuhan
volume pembiayaan murabahah lebih tinggi dibandingkan dengan pembiayaan bagi
hasil pada pembiayaan untuk sektor riil.
6.
Perbankan
syariah sangat bergantung pada dana pihak ketiga dalam penyaluran pembiayaan
bagi hasil.
7.
Non performing financing (NPF) menjadi hambatan utama perbankan
syariah dalam meningkatkan volume pembiayaan bagi hasil.
8.
Tingkat
bagi hasil yang terlalu tinggi membuat nasabah kurang meminati pembiayaan bagi
hasil.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, penulis membatasi
masalah agar fokus pada penelitian yang
akan dilakukan, yaitu:
1.
Variabel-variabel independen
yang akan diteliti adalah dana
pihak ketiga, tingkat bagi hasil dan non
performing financing.
2.
Variabel
dependen yang akan diteliti adalah pembiayaan bagi hasil.
3.
Periodisasi data penelitian
adalah data time series dari
tahun 2011 – 2013 yang
dipandang mewakili kondisi perbankan syariah di Indonesia.
4.
Perusahaan
yang akan dianalisa terbatas hanya pada bank syariah yang terdaftar di Bank
Indonesia (BI).
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, penulis mengidentifikasi rumusan masalah yang
ada sebagai berikut :
1.
Apakah
dana pihak ketiga berpengaruh
terhadap pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia?
2.
Apakah
tingkat bagi hasil berpengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil pada perbankan
syariah di Indonesia?
3.
Apakah
non performing financing berpengaruh terhadap
pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia?
4.
Apakah
dana pihak ketiga, tingkat bagi hasil dan non
performing financing berpengaruh secara bersama-sama terhadap pembiayaan
bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah:
1.
Untuk menganalisis pengaruh dana pihak ketiga secara parsial terhadap pembiayaan bagi
hasil pada perbankan syariah di Indonesia periode 2011-2013.
2.
Untuk menganalisis pengaruh tingkat bagi hasil secara
parsial terhadap pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia
periode 2011-2013.
3.
Untuk menganalisis pengaruh non performing financing secara parsial
terhadap pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia periode
2011-2013.
4.
Untuk menganalisis pengaruh secara bersama-sama antara dana pihak ketiga dan
non performing financing terhadap pembiayaan
bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia periode 2011-2013.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam
hal:
1. Aspek Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan pengetahuan baru dan menjadi informasi tambahan dalam hal
pengembangan teori tentang pembiayaan bagi hasil, dana pihak ketiga, tingkat
bagi hasil, dan non performing financing.
2. Aspek Praktis
a. Bagi Bank Syariah yang terdaftar di
Bank Indonesia
Hasil
penelitian diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan dalam pengembangan produk
pembiayaan bagi hasil di masa yang akan datang.
b.
Bagi Regulator (Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan)
dan Pemerintah
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat digunakan oleh regulator dan pemerintah dalam menyusun kebijakan
yang dapat mendorong pengembangan produk pembiayaan bagi hasil.
c.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi tambahan serta acuan untuk
mengadakan penelitian lanjutan di masa yang akan datang.
BAB II
LANDASAN
TEORI DAN HIPOTESIS
A. Pengertian Perbankan Syariah dan Bank Syariah
Pengertian perbankan syariah menurut
Undang-Undang (UU) Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah sebagai
berikut: “perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”. Siamat (2005)
menjelaskan bahwa perbankan syariah pada dasarnya adalah sistem perbankan yang
dalam usahanya didasarkan pada prinsip-prinsip hukum atau syariah Islam dengan
mengacu pada Al-Qur’an dan Al Hadist.
Bank syariah adalah suatu
sistem perbankan yang mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Al Hadist (Siamat, 2005:410). Setiap
produk dan jasa yang dimiliki bank syariah harus berdasarkan prinsip syariah
dan tidak menggunakan sistem riba
atau bunga. Pengertian riba
menurut Zainuri (2012) adalah penambahan pendapatan secara tidak sah atau tidak
sesuai prinsip syariah. Al-Qur’an menjelaskan pelarangan riba dengan terjemahan sebagai berikut:
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa
yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (Al-Qur’an
Surat Al Baqarah: 275).
Bank
syariah di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang
dalam kegiatan usahanya memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Sedangkan Bank
Perkreditan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatan usahanya
tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
B. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Perkembangan
perbankan syariah di Indonesia dimulai dengan adanya gagasan dari Majelis Ulama
Indonesia di awal tahun 1990 tentang sistem perbankan syariah dalam Musyawarah
Nasional ke IV, dan selanjutnya diikuti dengan berdirinya bank syariah pertama
di Indonesia, yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (Siamat, 2005:409). Sejak saat itu pemerintah mulai membuat payung hukum untuk
perbankan syariah. Hal ini dalam rangka mendukung penerapan perbankan syariah.
Beberapa UU telah dikeluarkan oleh pemerintah terkait perbankan syariah, antara
lain UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998 dan UU
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah saat ini menjadi payung hukum utama perbankan syariah di
Indonesia.
Saat
ini perbankan syariah sudah semakin berkembang. Walaupun pangsa aset perbankan
syariah masih lebih kecil dibandingkan dengan perbankan konvensional, sekitar 4,19%,
namun pertumbuhan perbankan syariah setiap tahun semakin cepat. Berdasarkan
Laporan Perkembangan Perbankan Syariah tahun 2011, aset perbankan syariah pada
tahun 2011 mengalami pertumbuhan sebesar 48,6% dari Rp 97, 51 triliun menjadi
Rp145,46 triliun.
C. Dana Pihak Ketiga (DPK)
1. Pengertian Penghimpunan Dana
Salah
satu kegiatan usaha perbankan syariah adalah melakukan penghimpunan dana.
Siamat (2005) menyatakan bahwa penghimpunan dana adalah kegiatan penarikan atau
penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi berdasarkan
prinsip syariah. Penghimpunan dana yang dilakukan perbankan syariah dimaksudkan
untuk mendukung fungsi intermediasi perbankan syariah dalam menyalurkan dana
kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan produktif maupun pembiayaan
konsumtif. Penghimpunan dana pada perbankan syariah harus sesuai dengan prinsip
syariah dan tidak menggunakan sistem bunga yang mengandung unsur riba.
2.
Pengertian
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Instrumen
penghimpunan dana pada perbankan syariah antara lain giro, tabungan, dan
deposito. Ketiga jenis instrumen ini biasa disebut dengan dana pihak ketiga
(DPK) (Yaya dkk, 2014:92). Subagyo (2009) menjelaskan bahwa dana pihak ketiga
adalah kewajiban bank kepada penduduk dalam rupiah dan valuta asing.
3. Prinsip Bagi Hasil pada Dana Pihak Ketiga (DPK)
Dana pihak ketiga pada perbankan syariah menggunakan
prinsip bagi hasil dalam membagi pendapatan bank syariah atas pengelolaan dana
masyarakat dalam bentuk penyaluran dana.
Bank syariah menggunakan nisbah
untuk menentukan besarnya pembagian pendapatan sesuai kesepakatan antara bank
syariah dengan nasabah yang memiliki dana pihak ketiga pada bank syariah
tersebut. Nurhayati dan Wasilah (2009) menjelaskan bahwa nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan,
mencerminkan imbalan yang berhak diterima kedua pihak yang ber-mudharabah atas keuntungan yang
diperoleh.
Contoh rumus perhitungan bagi hasil pada dana pihak
ketiga dengan prinsip bagi hasil sebagai berikut:
Hari kalender yang bersangkutan
Sumber: Karim (2008)
4. Jenis Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Perbankan Syariah
Dalam kegiatan penghimpunan dana, perbankan syariah
memiliki beberapa jenis dana pihak ketiga, antara lain:
a. Giro Wadi’ah
b. Tabungan Wadi’ah
c. Giro Mudharabah
d. Tabungan Mudharabah
e. Deposito Mudharabah
Giro
wadi’ah menurut Karim (2008) adalah
giro yang dijalankan berdasarkan akad wadia’ah,
yaitu titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki.
Siamat (2005) menjelaskan bahwa prinsip wadi’ah
adalah titipan murni dari nasbah kepada bank atau pihak lain yang harus dijaga
dan dikembalikan kepada penitip (penabung) kapan saja ia inginkan. Produk giro wadi’ah yang berkembang saat ini pada
perbankan syariah adalah giro wadi’ah
yad dhamanah. Muhammad (2009)
menjelaskan bahwa giro wadi’ah yad dhamanah merupakan titipan dari
nasabah (giran), dan dengan seizin nasabah, bank dapat menggunakan dana
dimaksud untuk disalurkan pada usaha (sektor yang halal) atas tanggungan/risiko
bank yang bersangkutan. Bank memberikan hak atas keuntungan yang didapat dari pengelolaan
giro wadi’ah yad dhamanah berupa bonus kepada nasabah. Besaran bonus ditentukan sesuai
kebijakan bank syariah dan bersifat ju’alah atau hadiah.
Tabungan wadi’ah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadi’ah, yakni titipan murni yang harus
dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai kehendak pemiliknya (Karim,
2008:297). Tabungan wadi’ah
menggunakan konsep yad dhamanah, sama
seperti giro wadi’ah yad dhamanah. Hal tersebut membuat bank
syariah dapat menyalurkan dana dari tabungan wadi’ah yad dhamanah dan
memeberikan bonus kepada nasabah sesuai kebijakan bank syariah.
Giro mudharabah merupakan giro yang
dijalankan dengan akad mudharabah
(Karim, 2008:294). Giro mudharabah
terbagi dalam dua produk, yaitu giro mudharabah
mutlaqah dan giro mudharabah muqayyadah. Prinsip mudharabah
mutlaqah menurut Siamat (2005)
merupakan kerjasama antara nasabah dan bank syariah yang cakupannya sangat luas
dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan wilayah bisnis. Sedangkan prinsip mudharabah muqayyadah
adalah kebalikan dari mudharabah mutlaqah dimana bank syariah dibatasi
jenis usaha, waktu atau tempat usaha.
Perbedaan
antara produk giro mudharabah mutlaqah
dengan giro mudharabah muqayyadah terletak pada objek
penyaluran dana dari kedua produk tersebut. Pada giro mudharabah mutlaqah,
nasabah memberikan kepercayaan bank syariah dalam menyalurkan dana yang
ditempatkannya. Hal tersebut membuat bank syariah dapat menyalurkan dana kepada
sektor ekonomi yang sesuai dengan kebijakan bank syariah. Sedangkan pada giro mudharabah muqayyadah, bank syariah menyalurkan dana dengan persyaratan
tertentu dari nasabah mengenai sektor ekonomi yang akan dijadikan objek
penyaluran dana tersebut. Giro mudharabah
muqayyadah disalurkan secara executing/penerusan kepada nasabah
pembiayaan dengan sektor ekonomi yang telah disepakati. Pembiayaan tersebut dicatat secara off balance sheet (tercatat pada
rekening administratif) dan disebut pembiayaan mudharabah muqayyadah off balance sheet. Nasabah
mendapatkan imbalan berupa bagi hasil atas penempatan dananya pada produk giro mudharabah mutlaqah dan giro mudharabah
muqayyadah.
Tabungan
mudharabah merupakan tabungan yang
dijalankan dengan akad mudharabah.
Tabungan mudharabah terbagi dalam dua
produk, yaitu tabungan mudharabah mutlaqah dan tabungan mudharabah muqayyadah. Pada tabungan mudharabah
mutlaqah, nasabah mempercayakan bank syariah dalam
menyalurkan dana yang ditempatkannya. Bank syariah dapat menyalurkan dana yang
berasal dari tabungan mudharabah mutlaqah pada sektor ekonomi yang sesuai
dengan kebijakan bank syariah. Sedangkan pada tabungan mudharabah muqayyadah,
bank syariah menyalurkan dana sesuai persyaratan nasabah untuk sektor ekonomi
yang akan dibiayai. Bank syariah menyalurkan dana dari tabungan mudharabah muqayyadah secara executing/penerusan.
Bank syariah memberikan imbalan berupa bagi hasil kepada nasabah untuk produk
tabungan mudharabah mutlaqah dan muqayyadah.
Menurut
Muhammad (2009), deposito adalah simpanan pihak ketiga yang
pengambilan/pencairannya baru dapat dilakukan jika telah melewati jangka waktu
tertentu sesuai kesepakatan antara nasabah dengan bank syariah yang
bersangkutan. Deposito pada bank syariah dijalankan dengan akad mudharabah. Deposito mudharabah terbagi dalam dua produk,
yaitu deposito mudharabah mutlaqah dan deposito mudharabah muqayyadah. Deposito dapat diterbitkan dalam jangka waktu tertentu,
antara lain:
a. 1 (satu) bulan;
b. 3 (tiga) bulan;
c. 6 (enam) bulan;
d. 12 (dua belas)
bulan;
e. 24 (dua puluh
empat) bulan.
Pada
deposito mudharabah mutlaqah, Karim (2008) menyatakan bahwa
nasabah tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syariah
dalam mengelola investasinya. Sedangkan pada deposito mudharabah muqayyadah,
nasabah memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam
mengelola investasinya. Bank syariah memberikan imbalan berupa bagi hasil
kepada nasabah atas penempatan dananya pada produk deposito muharabah mutlaqah dan deposito mudharabah muqayyadah.
D. Tingkat Bagi Hasil
Andraeny
(2011) menyatakan bahwa tingkat bagi hasil atau equivelent rate merupakan rata-rata tingkat imbalan atas pembiayaan
mudharabah dan musyarakah bagi bank syariah pada saat tertentu. Kurniawanti dan
Zulfikar (2014) menjelaskan bahwa tingkat bagi hasil menjadi faktor penting
karena jenis pembiayaan bagi hasil, yaitu mudharabah
dan musyarakah ini bersifat Natural Uncertainty Contract (NUC) yang
cenderung memiliki risiko yang tinggi dibandingkan dengan jenis pembiayaan
lainnya karena imbalan yang diperoleh bank syariah tidak pasti. Dengan
demikian, bank syariah sangat berhati-hati dalam menentukan nisbah atau proporsi pembagian
keuntungan dan tingkat bagi hasil kepada para nasabah pembiayaan bagi hasil
agar risiko terjadinya pembiayaan bermasalah dapat dikendalikan.
E. Non Performing Financing (NPF)
1. Pengertian Non Performing Financing
(NPF)
Bank
syariah menjalankan kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat dalam rangka
mencari keuntungan dan membantu perkembangan sektor riil di Indonesia. Risiko dalam penyaluran dana sangat berkaitan
dengan kualitas aset produktif yang dimiliki bank syariah. Berdasarkan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 16/POJK.03/2014 tentang Penilaian
Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, aset produktif adalah
penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memperoleh
penghasilan, dalam bentuk pembiayaan, surat berharga syariah, penempatan pada
Bank Indonesia dan pemerintah, tagihan atas surat berharga syariah yang dibeli
dengan janji dijual kembali (reverse
repurchase agreement), tagihan akseptasi, tagihan derivatif, penyertaan,
penempatan pada Bank lain, transaksi rekening administratif, dan bentuk
penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Bank syariah wajib
melakukan penilaian terhadap kualitas aset produktif, khususnya pembiayaan. Kualitas
pembiayaan menurut Zainuri (2012) terdiri dari 5 (lima) golongan, yaitu:
a. Lancar
(golongan 1);
b. Dalam Perhatian
Khusus (golongan 2);
c. Kurang Lancar
(golongan 3);
d. Diragukan
(golongan 4);
e. Macet (golongan
5).
Menurut
Subagyo (2009), non performing financing
(NPF) adalah pembiayaan bermasalah, persentase pembiayaan bank syariah tidak
lancar, yaitu pembayaran angsuran (cicilan) yang tertunggak satu hari atau
lebih dari waktu pembayaran yang telah diperjanjikan. NPF merupakan rasio
antara jumlah pembiayaan bermasalah dengan jumlah total pembiayaan yang
dimiliki sebuah bank syariah dan dinyatakan dalam persentase. Pembiayaan
bermasalah sebagaimana pada bank konvensional disebut kredit bermasalah, adalah
pinjaman/pembiayaan yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor
kesengajaan dan atau karena faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur
(Siamat, 2005:358). Pembiayaan yang termasuk kategori bermasalah adalah pembiayaan dengan kualitas pembiayaan Kurang
Lancar (golongan 3), Diragukan (golongan 4) dan Macet (golongan 5) menurut
kriteria Bank Indonesia (Muhammad dan Suwiknyo, 2009:283). Rasio
NPF yang sehat adalah maksimal 5%. Bank syariah harus selalu memelihara
dan menilai kualitas pembiayaan untuk menentukan langkah-langkah pengendalian
risiko terhadap pembiayaan bermasalah.
2. Non Performing Financing (NPF) Gross
Non Performing
Gross merupakan perbandingan antara pembiayaan bermasalah
dengan total pembiayaan dengan rumus sebagai berikut:
Total Pembiayaan
Sumber: Ikatan
Bankir Indonesia (2014)
3.
Non
Performing Financing Net (NPF)
Non Performing Net merupakan perbandingan antara
pembiayaan bermasalah setelah dikurangi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
(CKPN) terhadap total pembiayaan dengan rumus sebagai berikut:
Total Pembiayaan
Sumber: Ikatan Bankir Indonesia
(2014)
Berdasarkan penjelasan Ikatan Bank
Indonesia, CKPN pembiayaan adalah cadangan yang wajib dibentuk bank sesuai
ketentuan dalam PSAK mengenai instrumen Keuangan dan PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan
Indonesia), yang mencakup CKPN pembiayaan secara individual dan kolektif.
4.
Kriteria
Non Performing Financing (NPF) untuk Pembiayaan Mudharabah dan
Musyarakah
Zainuri
(2012) menyatakan bahwa kualitas pembiayaan bermasalah pada pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah sebagai berikut:
a. Pada pembiayaan dengan kualitas
Kurang Lancar (golongan 3), terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok telah
melampaui 3 (tiga) bulan, namun belum melampaui 4 (empat) bulan atau terdapat
tunggakan pelunasan pokok melampaui 1 (satu) bulan, namun belum melampaui 2
(bulan) setelah jatuh tempo;
b. Pada pembiayaan dengan kualitas
Diragukan (golongan 4), terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok telah
melampaui 4 (empat) bulan, namun belum melampaui 6 (enam) bulan atau terdapat
tunggakan pelunasan pokok melampaui 2 (dua) bulan, namun belum melampaui 3
(tiga) bulan setelah jatuh tempo;
c. Pada pembiayaan dengan kualitas
Macet (golongan 5), terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok telah
melampaui 6 (enam) bulan atau terdapat tunggakan pelunasan pokok melampaui 3
(tiga) bulan setelah jatuh tempo.
F. Pembiayaan Bagi Hasil
1. Kegiatan Penyaluran Dana pada Perbankan Syariah
Penyaluran dana merupakan kegiatan usaha yang tidak
terpisahkan dari fungsi intermediasi bank syariah. Penyaluran dana pada
perbankan harus dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian dan sesuai dengan
prinsip syariah. Siamat (2005) menyatakan bahwa bank syariah diwajibkan
meneliti secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan azas pembiayaan
yang sehat. Menurut Zainuri (2012), ketentuan bank syariah untuk berpedoman
pada prinsip syariah bersifat memaksa (dwingen)
dan tidak dapat disimpangi karena merupakan perintah undang-undang (legal mandatory).
2. Prinsip Penyaluran Dana
Prinsip-prinsip
penyaluran dana menurut Siamat (2005) antara lain:
a. Prinsip jual
beli (Bai’);
b. Prinsip bagi
hasil (Syirkah);
c. Prinsip sewa
menyewa (Ijarah);
d. Prinsip pinjam-meminjam berdasarkan
akad qardh.
Prinsip
jual beli (bai’) pada perbankan
syariah menggunakan mekanisme jual beli, yaitu upaya yang dilakukan untuk transfer of property dan tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan
menjadi harga jual barang. Prinsip ini digunakan pada pembiayaan murabahah, salam, dan istishna’
(Muhammad dan Suwiknyo, 2009:19).
Prinsip bagi hasil (syirkah)
didasarkan atas kerja sama dua pihak atau lebih pada suatu usaha tertentu
dengan sistem bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh. Prinsip ini digunakan
pada pembiayaan mudharabah dan musyarakah.
Prinsip sewa menyewa (ijarah)
didasari atas perpindahan manfaat, dengan objek transaksi berupa barang atau
jasa. Prinsip ini digunakan pada pembiayaan ijarah
dan ijarah muntahiya bittamlik (IMBT).
Prinsip pinjam
meminjam (qardh) biasanya dilakukan
kepada orang atau nasabah yang sangat memerlukan dana, terutama kepada nasabah
yang kurang mampu atau usaha kecil, serta atas pinjaman tersebut tidak
diberikan tambahan pada saat pengembaliannya (Siamat, 2005: 433). Prinsip ini
digunakan pada pada qardh untuk
talangan haji dan rahn untuk gadai
emas.
3. Produk-Produk Penyaluran Dana
Berdasarkan penjelasan sebelumnya tentang prinsip
penyaluran dana, berikut adalah produk-produk penyaluran dana atau pembiayaan pada perbankan syariah:
a. Pembiayaan Murabahah
b. Pembiayaan Salam
c. Pembiayaan Istishna’
d. Pembiayaan Mudharabah
e. Pembiayaan Musyarakah
f. Pembiayaan Ijarah
g. Pembiayaan Ijarah
Muntahiya bittamlik (IMBT)
h. Pinjaman Qardh
Talangan Haji
i. Pinjaman Rahn
(Gadai) Emas
Nurhayati dan Wasilah (2009) menjelaskan bahwa murabahah adalah transaksi penjualan
barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas
akad jual beli dilakukan secara tunai (bai’
naqdan) atau tangguh (bai’ muajjal/bai’ bi’tsaman ajil). Bank syariah bertindak sebagai
penjual, sementara nasabah sebagai pembeli (Karim, 2009:98). Bank syariah
mengenakan harga jual objek pembiayaan murabahah
kepada nasabah sebesar harga perolehan ditambah keuntungan (margin). Pembiayaan
murabahah dapat diterapkan pada jenis
penggunaan modal kerja atau investasi. Pembiayaan murabahah untuk jenis penggunaan modal kerja biasanya digunakan
untuk pembelian bahan baku produksi. Siamat (2005) menjelaskan bahwa pembiayaan
murabahah dapat digunakan pada jenis
penggunaan investasi, saat nasabah membutuhkan pengadaan barang investasi
secara mendesak namun kekurangan dana.
Menurut Karim (2009), salam
adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada,
sehingga barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan secara
tunai. Pembiayaan salam biasanya
digunakan pada sektor ekonomi agrobisnis atau pertanian dengan jangka pendek
(Siamat, 2005:424)
Pembiayaan istishna’
menurut Zainuri (2012) adalah pembiayaan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustasni’) dan penjual atau pembuat (sani’). Siamat (2005) berpendapat bahwa
bank syariah menerapkan pembiayaan istishna’
pada perusahaan manufaktur, indiustri kecil menengah dan konstruksi. Bank
bertindak sebagai penjual dengan melakukan pembayaran terlebih dahulu atas
pembuatan barang oleh produsen/kontraktor. Selanjutnya nasabah sebagai pembeli
melakukan pembayaran kepada bank, biasanya dengan sistem angsuran.
Mudharabah adalah bentuk
kerjasama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)
dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan (Karim, 2009:103). Muhammad dan
Suwiknyo (2009) menjelaskan bahwa pembiayaan mudharabah dapat diterapkan dalam bidang perdagangan, manufaktur,
pertanian dan sektor lain.
Karim (2009) menyatakan bahwa transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan
para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki
secara bersama-sama. Siamat (2005) menyatakan bahwa pembiayaan musyarakah pada perbankan syariah
biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek (project financing) dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan
dana untuk membiayai proyek tersebut.
Menurut Wiroso (2009), Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma’jur (objek sewa) dan musta’jir
(penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Aset ijarah dapat berupa barang atau jasa.
Aset ijarah dapat digunakan oleh
penyewa sesuai jangka waktu yang telah disepakati dan dikembalikan kepada
pemilik objek sewa di akhir jangka waktu penggunaan. Pada perbankan syariah, pembiayaan
ijarah dapat digunakan untuk jenis
penggunaan investasi atau multijasa. Salman (2012) menjelaskan bahwa pembiayaan
ijarah multijasa dapat berupa jasa
pendidikan, jasa kesehatan, jasa pariwisata, dan jasa lainnya selama tidak
bertentangan dengan syariah.
Ijarah muntahiya bittamlik adalah akad
sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan
atas objek sewa yang disewakannya dengan “opsi perpindahan hak milik” objek
sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa (Wiroso, 2009:248). Pada
pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik (IMBT), Salman
(2012) menyatakan bahwa apabila terjadi perpindahan kepemilikan maka akan
dibuat akad yang baru dan terpisah dari akad ijarah sebelumnya. Pembiayaan ijarah
muntahiya bittamlik menjadi salah
satu pilihan nasabah bank syariah dalam memenuhi kebutuhan investasi usaha baik dalam pembelian mesin,
properti, kendaraan, dan barang lainnya.
Qardh (pinjaman)
adalah suatu akad pinjam meminjam dengan ketentuan pihak yang menerima pinjaman
wajib mengembalikan dana sebesar yang diterima (Wiroso, 2009:322). Bank syariah
menggunakan akad qardh dalam produk
talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk
memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji (Karim, 2009:106). Kemudian
nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatan haji.
Seperti produk talangan haji, pinjaman rahn (gadai) emas juga menggunakan akad qardh. Karim (2009) menjelaskan bahwa rahn bertujuan untuk memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Dalam hal ini,
jaminan pada pinjaman rahn adalah
emas dan/atau perhiasan emas.
4. Pembiayaan Bagi Hasil
Pembiayaan merupakan produk perbankan dalam rangka
penyaluran dana masyarakat kepada debitur untuk tujuan penggunaan produktif dengan
menggunakan prinsip bagi hasil. Berdasarkan penjelasan di atas, pembiayaan bagi
hasil terdiri dari dua jenis, yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah.
Menurut Yaya dkk (2014), pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah
kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara pemilik dana dan
pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan
kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si
pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct,
negligence atau violence atas pengelolaan dana (Nurhayati dan Wasilah, 2009:112).
Pembiayaan musyarakah ialah kerjasama
antara bank dengan pengusaha dalam penyertaan modal untuk suatu usaha tertentu,
dimana jika usaha dimaksud memperoleh laba akan dibagi sesuai kesepakatan di
awal akad, dan bila menderita kerugian, maka rugi tersebut akan dibagi
berdasarkan perbandingan besarnya penyertaan modal antara kedua belah pihak
(Muhammad dan Suwiknyo, 2009:164).
Sementara
itu pengertian musyarakah menurut
Karim (2005) adalah sebagai berikut:
“The
general form of profit sharing undertakings is musyarakah (syirkah or
syarikah). Musyarakah transactions are
based upon the desire of contracting parties to jointly increase the values of
their assets. Musyarakah encompasses all forms of business undertakings whereby
two or more parties combine resources, be it tangible or intengible assets
alike. (Bentuk umum dari kegiatan usaha adalah musyarakah (syirkah atau syarikah). Transaksi-transaksi musyarakah didasarkan atas keinginan
pihak-pihak yang membuat kontrak untuk menambah nilai aset mereka secara
bersama-sama. Musyarakah mencakup
semua bentuk usaha dimana dua pihak atau lebih menggabungkan sumber daya, baik
itu berupa aset berwujud atau aset tidak berwujud)” (hlm 102).
5. Tujuan Pembiayaan Bagi Hasil
Tujuan pembiayaan bagi hasil bank syariah menurut Zainuri
(2012) adalah sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dan perolehan
pendapatan dalam bentuk bagi hasil sesuai pendapatan usaha yang dikelola
nasabah. Sedangkan bagi nasabah, pembiayaan bagi hasil bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan modal usaha melalui sistem kemitraan dengan bank syariah. Pembiayaan
bagi hasil menjadi salah satu kontribusi perbankan syariah dalam meningkatkan
pertumbuhan sektor riil di Indonesia.
G. Hubungan Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil dan Non Performing Financing terhadap Pembiayaan Bagi Hasil
1. Hubungan Dana Pihak Ketiga terhadap Pembiayaan Bagi Hasil
Dana pihak ketiga (DPK) menjadi unsur paling penting
dalam penyaluran dana perbankan syariah, khususnya perbankan syariah.
Penelitian Faizal dan Prabawa (2010) menjelaskan dana pihak ketiga berpengaruh dan memiliki arah positif terhadap pembiayaan
bagi hasil. Dengan demikian, ketika dana pihak ketiga pada perbankan syariah
meningkat, maka pembiayaan bagi hasil akan meningkat pula.
2. Hubungan Tingkat Bagi Hasil terhadap
Pembiayaan Bagi Hasil
Tingkat
bagi hasil menjadi faktor penting karena jenis pembiayaan bagi hasil bersifat
NUC (Natural Uncertainty Contract)
yang cenderung memiliki tingkat resiko tinggi karena return (imbalan) yang
dihasilkan bank syariah tidak pasti, sehingga bank syariah akan menyalurkan
pembiayaan bagi hasil jika tingkat bagi hasilnya tinggi (Pramono, 2013:161).
Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat bagi hasil maka pembiayaan bagi hasil
yang disalurkan semakin tinggi pula. Penelitian Andraeny (2011) menyimpulkan
bahwa tingkat bagi hasil berpengaruh
terhadap pembiayaan bagi hasil perbankan syariah.
3.
Hubungan
Non Performing Financing (NPF) terhadap Pembiayaan Bagi Hasil
Non performing financing (NPF) merupakan salah satu
instrumen penilaian kinerja suatu bank syariah yang menjadi interpretasi pada
aset produktif, khususnya penilaian pembiayaan bermasalah (Popita, 2013: 405).
Peningkatan NPF pada pembiayaan bagi hasil akan membuat volume pembiayaan bagi
hasil cenderung menurun. Hal ini dikarenakan bank syariah mengalami penurunan
dalam perputaran dananya sehingga penyaluran pembiayaan bagi hasil ikut
mengalami penurunan. Meskipun begitu, penelitian Faizal dan Prabawa (2010)
menyatakan bahwa NPF tidak berpengaruh
terhadap pembiayaan bagi hasil. Hal ini menggambarkan bahwa
berapapun NPF yang dimiliki bank syariah
tidak akan mempengaruhi jumlah pembiayaan bagi hasil yang disalurkan.
4.
Hubungan
Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil dan Non Performing Financing
terhadap Pembiayaan Bagi Hasil
Andraeny
(2011) menyatakan bahwa dana pihak ketiga dan tingkat bagi hasil
berpengaruh terhadap pembiayaan bagi
hasil, sedangkan non performing financing
tidak berpengaruh terhadap pembiayaan
bagi hasil.
H. Penelitian Terdahulu
Andraeny
(2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga,
Tingkat Bagi Hasil, dan Non Performing Financing
terhadap Volume Pembiayaan Bagi Hasil pada Perbankan Syariah di Indonesia” pada
jurnal Simposium Nasional Akuntansi XIV tahun 2011 di Aceh. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh dana pihak ketiga (DPK), tingkat
bagi hasil dan non performing financing
pada Perbankan Syariah di Indonesia selama tahun 2006-2010. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa variabel
independen dana pihak ketiga (DPK) dan tingkat bagi hasil berpengaruh terhadap
volume pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah Indonesia, sedangkan non performing financing (NPF) tidak
berpengaruh terhadap volume pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah di
Indonesia.
Faizal dan Prabawa (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Pengaruh Total Aset, Dana Pihak Ketiga dan Non
Performing Financing (NPF) terhadap Volume Pembiayaan Bagi Hasil (Studi
Kasus pada Bank Umum Syariah Devisa)” pada Jurnal Ilmiah Manajemen “The Manager Review” Volume 8, Nomor 1,
April 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan apakah aset, dana
pihak ketiga dan non performing financing
secara parsial maupun bersama-sama berpengaruh terhadap volume pembiayaan bagi
hasil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana pihak ketiga (DPK)
berpengaruh dan memiliki arah yang positif terhadap volume pembiayaan bagi
hasil, sedangkan non performing financing
(NPF) tidak berpengaruh terhadap volumen pembiayaan bagi hasil. Kemudian dana
pihak ketiga (DPK) dan non performing
financing (NPF) secara bersama-sama berpengaruh terhadap volume pembiayaan
bagi hasil. Variabel independen total aset dilakukan prosedur koreksi dengan
cara direduksi, karena mengandung Multikolinearitas.
Pramono (2013) melakukan penelitian dengan judul “Optimalisasi Pembiayaan
Berbasis Bagi Hasil pada Bank Syariah di Indonesia” pada Jurnal “Accounting Analysis Journal”, Volume 2,
tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
deposito mudharabah, spread bagi
hasil dan tingkat bagi hasil terhadap pembiayaan berbasis bagi hasil bank
syariah baik secara parsial maupun bersama-sama. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel independen deposito mudharabah dan spread bagi hasil berpengaruh terhadap
pembiayaan bagi hasil. Sementara itu variabel independen tingkat bagi hasil tidak berpengaruh terhadap
pembiayaan berbasis bagi hasil. Berdasarkan uji secara bersama-sama, variabel
independen deposito mudharabah, spread
bagi hasil dan tingkat bagi hasil secara bersama-sama berpengaruh terhadap
pembiayaan berbasis bagi hasil.
Tabel II.1
Penelitian
Terdahulu
Peneliti
|
Judul Penelitian
|
Variabel
|
Tujuan Penelitian
|
Hasil Penelitian dengan Uji secara Parsial
|
Hasil Penelitian dengan Uji secara
Bersama-sama
|
Andraeny (2011)
|
Analisis Pengaruh Dana
Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil, dan Non performing financing
terhadap Volume Pembiayaan Bagi Hasil pada Perbankan Syariah di Indonesia
|
Variabel Dependen:
- Volume Pembiayaan Bagi Hasil Variabel Independen: - Dana Pihak Ketiga (DPK) - Tingkat Bagi Hasil - Non Performing Financing (NPF) |
Menguji pengaruh dana
pihak ketiga (DPK), tingkat bagi hasil dan non performing financing
pada Perbankan Syariah di Indonesia selama tahun 2006-2010
|
Dana pihak ketiga
(DPK) dan tingkat bagi hasil berpengaruh terhadap volume pembiayaan bagi
hasil pada perbankan syariah di Indonesia, sedangkan non performing financing (NPF) tidak berpengaruh terhadap volume
pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia.
|
Tidak
ada pengujian secara bersama-sama
|
Faizal dan Prabawa
(2010)
|
Analisis Pengaruh
Total Aset, Dana Pihak Ketiga dan Non Performing Financing (NPF) terhadap
Volume Pembiayaan Bagi Hasil (Studi Kasus pada Bank Umum Syariah Devisa)
|
Variabel Dependen:
- Volume Pembiayaan Bagi Hasil Variabel Independen: - Total Aset - Dana Pihak Ketiga (DPK) - Non Performing Financing (NPF) |
Menentukan apakah
aset, dana pihak ketiga dan non performing financing secara parsial maupun
bersama-sama berpengaruh terhadap volume pembiayaan bagi hasil.
|
Dana pihak ketiga
(DPK) berpengaruh dan memiliki arah yang positif terhadap volume pembiayaan
bagi hasil, sedangkan non performing financing (NPF) tidak berpengaruh
terhadap volumen pembiayaan bagi hasil. Variabel total aset tidak diuji
karena mengandung Multikolinearitas.
|
Dana pihak ketiga
(DPK) dan non performing financing (NPF) secara bersama-sama berpengaruh
terhadap volume pembiayaan bagi hasil.
|
Pramono (2013)
|
Optimalisasi
Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil pada Bank Syariah di Indonesia
|
Variabel Dependen:
- Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Variabel Independen: - Deposito Mudharabah - Spread Bagi Hasil - Tingkat Bagi Hasil |
Mengetahui ada
tidaknya pengaruh deposito mudharabah, spread bagi hasil dan tingkat
bagi hasil terhadap pembiayaan berbasis bagi hasil bank syariah baik secara
parsial maupun bersama-sama
|
Deposito mudharabah
dan spread bagi hasil berpengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil,
sedangkan tingkat bagi hasil tidak berpengaruh terhadap pembiayaan berbasis
bagi hasil.
|
Deposito mudharabah, spread
bagi hasil dan tingkat bagi hasil secara bersama-sama berpengaruh terhadap
pembiayaan berbasis bagi hasil.
|
I. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan sintesis dari tinjauan teori dan penelitian
terdahulu yang mencerminkan keterkaitan antar variabel yang diteliti.
Gambar II.4
Kerangka
Pemikiran
X1
Dana
Pihak Ketiga (DPK)
Aku
|
X2
Tingkat
Bagi Hasil (TBH)
|
Y
Pembiayaan
Bagi Hasil
|
X3
Non
Performing Financing (NPF)
|
H3
H4
J. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka
pemikiran yang diuraikan sebelumnya, analisis data dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dana pihak
ketiga (DPK), tingkat bagi hasil dan non
performing financing (NPF) terhadap Pembiayaan Bagi Hasil dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Dana pihak ketiga
(DPK) berpengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah di
Indonesia.
H2 : Tingkat bagi hasil
berpengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia.
H3 : Non performing financing (NPF) berpengaruh terhadap
pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia.
H4 : Dana pihak ketiga (DPK), tingkat bagi hasil dan non performing financing (NPF) secara bersama-sama berpengaruh
terhadap pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Sugiyono (2011) menyatakan bahwa metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kausal komparatif. Penelitian kausal komparatif merupakan tipe
penelitian berupa hubungan sebab akibat atau pengaruh, yakni antara
variabel-variabel independen (X) dan variabel dependen (Y).
Penelitian ini merupakan
studi empiris yang dilakukan pada bank-bank syariah yang yang terdaftar di Bank
Indonesia dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Adapun alasan pemilihan
bank syariah sebagai populasi penelitian adalah sebagai berikut:
1. Karena bank syariah merupakan lembaga keuangan bank yang
memiliki fungsi penghimpunan dan penyaluran berdasarkan prinsip syariah.
2. Karena bank syariah memiliki kelengkapan data keuangan
perbankan yang lengkap sehingga untuk perhitungan rasio hampir semua data dapat
diperoleh.
3. Pertimbangan yang digunakan dalam memilih lokasi
penelitian ini adalah kemudahan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam
penelitian karena telah tersedia di Perpustakaan Riset dan situs Bank
Indonesia.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:
objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti atau penulis untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2011:80). Populasi yang digunakan pada penelitian
adalah perbankan syariah di Indonesia yang terdiri dari seluruh Bank Umum
Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
sebanyak 197 bank.
2. Sampel
Sampel menurut Sugiyono
(2011) adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Sampel mewakili populasi yang akan diteliti, sehingga sampel dijadikan objek
penelitian. Teknik pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Purposive sampling
merupakan metode penelitian dalam pengumpulan sampel penelitian yang dilakukan
berdasarkan pengambilan sampel sesuai kriteria. Kriteria dalam memperoleh
sampel adalah sebagai berikut:
1. Memiliki
status sebagai Bank Umum Syariah Nasional (BUSN) Devisa dan/atau Non Devisa
pada tahun 2011;
2. Memiliki pembiayaan mudharabah
dan musyarakah secara konsisten pada
periode yang akan diteliti, yaitu periode 2011-2013.
Berdasarkan kriteria sampel di atas, maka terdapat 10
(sepuluh) bank syariah yang dijadikan sampel pada penelitian ini, antara lain:
1. Bank Syariah Mandiri;
2. Bank Muamalat;
3. BRI
(Bank Rakyat Indonesia) Syariah;
4. BNI (Bank Negara Indonesia) Syariah;
5. Bank Mega Syariah;
6. BCA
(Bank Central Asia) Syariah;
7. BJB
(Bank Jabar Banten) Syariah;
8. Bank Panin Syariah;
9. Bank Syariah Bukopin;
10. Bank Victoria Syariah.
C. Operasionalisasi Variabel
Variabel penelitian merupakan segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2011:38). Operasionalisasi variabel merupakan suatu proses dalam
menerjemahkan sebuah konsep variabel ke dalam instrument pengukuran.
Operasionalisasi variabel digunakan untuk mewujudkan variabel dalam suatu
bentuk berupa jenis atau indikator yang dapat diukur, sehingga penulis dapat
melakukan pengujian hipotesis dengan alat bantu statistik yang benar. Terdapat
dua variabel yang digunakan pada peneltian ini, yaitu:
1. Variabel Independen (X)
Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel
independen sering juga disebut variabel bebas. Variabel independen pada
penelitian ini, antara lain:
a. Dana Pihak Ketiga (X1)
Dana pihak ketiga (DPK) merupakan dana
masyarakat yang dihimpun oleh bank syariah untuk selanjutnya disalurkan kepada
nasabah atau masyarakat yang memerlukan pembiayaan baik pada sektor ekonomi
produktif maupun sektor ekonomi konsumtif.
Pada
penelitian ini, dana pihak ketiga (DPK) dinyatakan dalam jutaan Rupiah (Rp) dan
hanya mencakup seluruh dana investasi tidak terikat (mudharabah mutlaqah). Dana investasi tidak terikat (mudharabah mutlaqah)
terdiri dari Tabungan Mudharabah dan
Deposito Mudharabah.
b. Tingkat Bagi Hasil (X2)
Pramono
(2013) menjelaskan bahwa tingkat bagi hasil merupakan perbandingan antara bagi
hasil yang diterima dengan jumlah pembiayaan bagi hasil pada bank syariah.
Pada penelitian ini, tingkat bagi hasil dinyatakan dalam
persentase dan mencakup perbandingan antara pendapatan bagi hasil mudharabah dan musyarakah dengan total pembiayaan mudharabah dan musyarakah.
c. Non Performing Financing (X3)
Non
performing financing merupakan perbandingan
antara pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan pada perbankan syariah. Pembiayaan
bermasalah terdiri dari pembiayaan dengan kualitas pembiayaan Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet.
Pada penelitian ini, non performing financing (NPF) dinyatakan dalam persentase dan
mencakup NPF pembiayaan bagi hasil. NPF pembiayaan bagi hasil adalah
perbandingan antara pembiayaan bermasalah pada pembiayaan bagi hasil dengan total pembiayaan bagi hasil.
2. Variabel Dependen (Y)
Pembiayaan bagi hasil merupakan
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil yang terdiri atas pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah.
Pada penelitian ini, pembiayaan bagi
hasil dinyatakan dalam jutaan Rupiah (Rp) dan mencakup total pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah.
Tabel III.1
Operasionalisasi Variabel
No.
|
Nama Variabel
|
Jenis Variabel
|
Definisi
|
Skala
|
Pengukuran
|
1
|
Dana Pihak Ketiga
(DPK)
|
Independen
|
Dana masyarakat yang
dihimpun oleh bank syariah untuk selanjutnya disalurkan kepada nasabah atau masyarakat
yang memerlukan pembiayaan.
|
Rasio
|
Total
Tabungan Mudharabah dan Deposito Mudharabah
|
2
|
Tingkat Bagi Hasil
|
Independen
|
Perbandingan
antara bagi hasil yang diterima dengan jumlah pembiayaan bagi hasil pada bank
syariah.
|
Rasio
|
Bagi hasil yang diterima
bank syariah dari pembiayaan bagi hasil dibagi dengan pembiayaan bagi hasil
yang disalurkan
|
3
|
Non Performing
Financing (NPF)
|
Independen
|
Perbandingan
antara pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan pada perbankan syariah.
|
Rasio
|
Total
pembiayaan bermasalah pada pembiayaan bagi hasil dibagi dengan total
pembiayaan bagi hasil
|
4
|
Pembiayaan Bagi Hasil
|
Dependen
|
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil yang terdiri atas
pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah.
|
Nominal
|
Total pembiayaan bagi
hasil yang disalurkan bank syariah
|
D. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data dokumenter. Data dokumenter adalah data yang diperoleh oleh
suatu organisasi atau lembaga atau perusahaan yang umumnya berupa bukti,
catatan, atau laporan yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) dalam
bentuk yang sudah jadi berupa publikasi. Data dokumenter dalam penelitian ini
adalah laporan keuangan publikasi tahunan.
2. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat digolongkan sebagai
data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah dioleah lebih lanjut dan
disusun oleh pihak lain yang digunakan sebagai data penelitian. Data tersebut
berupa laporan keuangan publikasi tahunan bank-bank syariah yang terdaftar di Bank
Indonesia (BI) antara tahun 2011-2013.
E. Metode Pengumpulan Data
Penulis melakukan observasi langsung ke
sumber data sekunder yang berada di Perpustakaan Riset Bank Indonesia dan situs
www.bi.go.id.
F. Rancangan Analisis
Analisis data merupakan kegiatan setelah data
dari seluruh sumber data terkumpul. Di dalam melakukan analisis data, penulis menggunakan
alat statistik berupa program SPSS (Statistical
Product and Service Solutions) versi 20 untuk Windows. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Statistik Deskriptif
Ghozali (2011) menjelaskan
bahwa statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang
dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum (nilai
tertinggi), minimum (nilai terendah), sum,
range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi). Pada
penelitian ini, penulis akan menggunakan nilai rata-rata (mean), standar
deviasi, maksimum, dan minimum untuk menjelaskan karakteristik setiap variabel
yang digunakan.
2. Uji Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan independen
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki
distribusi data normal atau mendekati normal.
Uji normalitas dengan
analisis statistik dapat menggunakan one
sample kolmogorov smirnov, dimana :
a. Jika
signifikansi > 0.05 maka data terdistribusi normal.
b. Jika signifikansi < 0.05 maka data tidak terdistribusi
normal.
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah salah satu syarat sebelum
dilakukan analisis regresi pada suatu penelitian. Model regresi perlu dilakukan
pengujian apakah dapat terhindar dari uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang
dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas Regresi
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali,
2011:160). Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai
residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji
statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.
Salah satu cara untuk melihat normalitas residual adalah
dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi
kumulatif dan distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis
lurus diagonal, dan ploting data
residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual
normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya.
Dasar pengambilan keputusan pada uji normalitas dengan
melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal adalah sebagai berikut:
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak
mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola
distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas
diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki
kemiripan dengan variabel independen lain dalam suatu model. Kemiripan antar
variabel menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antar suatu variabel independen
dengan variabel independen yang lain. Selain deteksi terhadap multikolinearitas,
juga dapat bertujuan untuk menghindari kebiasaan dalam proses pengambilan
kesimpulan mengenai pengaruh uji parsial masing-masing variabel independen
terhadap dependen. Deteksi multikolinearitas
pada suatu model dapat dilihat dari beberapa hal antara lain:
1) Jika nilai Variance
Inflantion Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak
kurang dari 0,1, maka model tersebut dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas.
2) Jika nilai koefisien korelasi antar masing-masing
variabel independen kurang dari 0,70, maka model ini dapat dinyatakan bebas
dari asumsi klasik multikolinearitas. Jika lebih dari 0,70 maka diasumsikan
terjadi korelasi yang sangat kuat antarvariabel independen sehingga terjadi
mutikolinearitas.
3) Jika nilai koefisien determinan, baik dilihat dari R 2
maupun R- square diatas 0,60 namun tidak ada variabel independen yang
berpengaruh terhadap variabel dependen.
Maka model tersebut terkena multikolinearitas. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode nilai Variance
Inflantion Factor (VIF) dan nilai tolerance
karena lebih sering digunakan dan dirasa lebih mudah dipahami.
c. Uji Heterokedastisitas
Uji hereroskedastisitas
bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari
residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual
satu ke pengamatan yang lain berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Untuk
menguji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat
grafik plot.
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada
membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, menyebar kemudian
menyempit) maka telah terjadi heterokedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar
diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Menguji suatu korelasi
dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar
variabel pengganggu (e t) pada periode tertentu dengan varibel penggangu
periode sebelumnya (e t-1).
Autokorelasi sering
terjadi pada sampel dengan data time
series dengan n-sampel adalah periode waktu. Sedangkan untuk sampel data crossection dengan n-sampel item seperti
perusahaan, orang, wilayah, dan lain sebagainya jarang terjadi, karena variabel
pengganggu item sampel yang satu berbeda dengan yang lain. Cara mudah untuk
mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson. Model regresi
linear berganda terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin Watson hitung
terletak didaerah No Autocorelation.
Penentu letak tersebut dibantu dengan tabel dl (batas bawah) dan du (batas
atas), dibantu dengan nilai k (jumlah variabel independen). Untuk mempercepat
proses ada tidaknya autokorelasi dalam suatu model dapat digunakan patokan
nilai dari Durbin Watson hitung mendekati angka 2. Jika nilai Durbin Watson
hitung mendekati atau disekitar angka 2 maka model tersebut terbebas dari
asumsi klasik autokorelasi, karena angka 2 pada uji Durbin Watson terletak di
daerah No Autocorelation.
4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis merupakan
metode dalam menjelaskan permasalahan dalam suatu penelitian dan menyatakan
variabel yang akan dilakukan pengujian. Uji hipotesis juga digunakan untuk
membuat suatu kesimpulan yang tepat dalam suatu penelitian.
Uji hipotesis pada penelitian
ini meliputi metode analisa sebagai berikut:
a. Analisis Regresi Linear Berganda
Model analisis ini
merupakan analisis yang bersifat kuantitatif, yang digunakan untuk mengetahui
sejauh mana besarnya pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Analisis regresi linear berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau
lebih variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y).
Persamaan yang digunakan dalam analisis
regresi linear berganda untuk tiga variabel independen adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 +
b2X2 + b3X3 + e
Keterangan:
Y =
variabel terikat/dependen (Pembiayaan Bagi Hasil)
a =
bilangan berkonstanta
b1 b2
b3 = koefisien arah garis
X1 =
variabel bebas/independen X1 (Dana Pihak Ketiga)
X2 =
variabel bebas/independen X2 (Tingkat Bagi Hasil)
X3 = variabel bebas/independen X3
(Non Performing Financing)
e
= Error
b. Uji Koefisien Korelasi Berganda
Uji korelasi berganda
digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel independen
terhadap variabel dependen secara serentak. Pedoman
untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut :
Tabel
III.2
Interval Koefisien
|
Tingkat Hubungan
|
0,00 – 0,199
|
Sangat rendah
|
0,20 – 0,399
|
Rendah
|
0,40 – 0,599
|
Sedang
|
0,60 – 0,799
|
Kuat
|
0,80 – 1,000
|
Sangat kuat
|
Sumber : (Sugiyono : 2011)
c.
Uji
Koefisien Regresi secara Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk
mengetahui pengaruh masing-masing variabel antara independen terhadap variabel
dependen. Uji t dilakukan dengan cara membandingkan antara thitung dengan
t tabel.
1) signifikansi
< 0.05 (thitung > t tabel) maka Ho ditolak, Ha
diterima
2) signifikansi > 0.05 (thitung < ttabel)
maka Ho diterima, Ha ditolak
Ho diterima, Ha ditolak berarti tidak ada pengaruh
yang dari variabel independen terhadap
variabel dependen. Sedangkan apabila Ho ditolak , Ha diterima berarti terdapat
pengaruh yang dari variabel independen
terhadap variabel dependen.
Hipotesa atas koefisien regresi secara parsial pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 :
Terdapat pengaruh antara Dana Pihak Ketiga terhadap Pembiayaan Bagi Hasil
H2 :
Terdapat pengaruh antara Tingkat Bagi Hasil terhadap Pembiayaan Bagi Hasil
H3 : Terdapat pengaruh
antara Non Performing Financing
terhadap Pembiayaan Bagi Hasil
d.
Uji
Koefisien Regresi secara bersama-sama (Uji F)
Uji F atau ANOVA dilakukan untuk
menguji variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
Dari hasil uji dapat diketahui apakah model penaksiran yang digunakan tepat
atau tidak. Uji hipotesis serentak ini membandingkan antara nilai Fhitung
dengan Ftabel pada keyakinan tertentu.
Hipotesa atas koefisien regresi
secara parsial pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha :
Terdapat pengaruh secara bersama-sama antara Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi
Hasil dan Non Performing Financing
terhadap Pembiayaan Bagi Hasil
Dasar pengambilan keputusan,
yaitu:
1) signifikansi < 0.05 (Fhitung >
Ftabel) maka Ho ditolak, Ha diterima.
2) signifikansi >
0.05 (Fhitung < Ftabel) maka Ho diterima, Ha ditolak.
e. Uji Koefisien Determinasi
Ghozali (2011)
mengungkapkan bahwa koefisien determinasi (R2) digunakan untuk
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. R2 memiliki kelemahan, yaitu jika terdapat tambahan satu
variabel independen, maka R2 pasti meningkat tanpa melihat apakah
variabel tersebut berpengaruh terhadap
variabel dependen. Oleh karena itu, banyak peneliti merekomendasikan untuk
menggunakan nilai Adjusted R2
(koefisien determinasi yang disesuaikan) pada saat mengevaluasi mana model
regresi terbaik (Ghozali, 2011:97). Nilai Adjusted
R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen
ditambahkan ke dalam model.
Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti
variabel-variabel independen (X) memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Y). Pada umumnya, data time series (runtun waktu) memiliki
nilai koefisien determinasi yang tinggi, sehingga variabel-variabel independen
biasanya dapat menjelaskan seberapa besar pengaruh terhadap variabel dependen.
Rumus koefisien determinasi adalah sebagai
berikut:
KD =
R2 x 100%
Keterangan:
KD
: Koefisien Determinasi
Adjusted R2 : Nilai koefisien korelasi
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Deskriptif Sampel Penelitian
Data yang diolah dalam penelitian ini
menggunakan data yang diperoleh dari Bank Indonesia khususnya di Perpustakaan
Riset Bank Indonesia. Tempat ini menyediakan laporan keuangan perbankan syariah
di Indonesia. Bank Indonesia terletak di Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta Pusat
10010.
Populasi dalam penelitian ini adalah
perbankan syariah di Indonesia. Informasi yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah informasi mengenai laporan keuangan bank syariah, yang diambil sesuai
kriteria tertentu karena teknik pengambilan sampel yang digunakan penulis
adalah purposive sampling.
B. Deskriptif Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang diperoleh penulis secara tidak langsung dari media
perantara (diperoleh dan dicatat pihak lain). Sumber data dalam penelitian ini
diperoleh dari laporan keuangan tahunan bank syariah yang diambil dari Bank
Indonesia.
Data yang digunakan sebagai sampel pada
penelitian ini adalah Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil, Non Performing Financing, dan Pembiayaan
Bagi Hasil.
C. Analisis Data Statistik
Setelah semua data sekunder terkumpul maka penulis
melakukan analisis statistik deskriptif, uji normalitas data, uji asumsi
klasik, dan uji hipotesis dengan program SPSS versi 20.
1. Statistik Deskriptif
Tabel IV.1
Statistik
Deskriptif
Descriptive Statistics
|
|||||
|
N
|
Minimum
|
Maximum
|
Mean
|
Std. Deviation
|
PBH
|
30
|
18428.00
|
21240407.00
|
3336391.8333
|
5301905.32980
|
DPK
|
30
|
400705.00
|
46652618.00
|
10373498.8333
|
14066553.20724
|
TBH
|
30
|
5.03
|
21.11
|
9.6707
|
3.15741
|
NPF
|
30
|
.00
|
26.82
|
4.9113
|
6.15197
|
Valid N (listwise)
|
30
|
|
|
|
|
Sumber:
data sekunder diolah dengan SPSS 20 oleh penulis.
Hasil dari hasil penelitian statistik
deskriptif di atas adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan
pengolahan data yang dilakukan, dapat diketahui nilai rata-rata PBH (Pembiayaan
Bagi Hasil) sebesar 33336391,8333 dengan standar deviasi sebesar 5301905,32980,
nilai maksimum sebesar 21240407,00 dan nilai mínimum sebesar 18428,00.
b. Berdasarkan
pengolahan data yang dilakukan, dapat diketahui nilai rata-rata DPK (Dana Pihak
Ketiga) sebesar 10373498,8333 dengan standar
deviasi sebesar 14066553,20724, nilai maksimum
sebesar 46652618,00 dan nilai minimum sebesar 400705,00.
c. Berdasarkan
pengolahan data yang dilakukan, dapat diketahui nilai rata-rata TBH (Tingkat
Bagi Hasil) sebesar 9,6707 dengan standar
deviasi sebesar 3,15741, nilai maksimum
sebesar 21,11 dan nilai mínimum sebesar 5,03.
d. Berdasarkan
pengolahan data yang dilakukan, dapat diketahui nilai rata-rata NPF (Non Performing Financing) sebesar 4,9520
dengan standar deviasi sebesar 5,86510, nilai maksimum sebesar 26,82 dan nilai
mínimum sebesar 0.
2. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan
independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji statistik yang digunakan
pada uji normalitas data adalah one sample
kolmogorov-smirnov. Jika nilai signifikan > 0,05 maka dapat dikatakan
data terdistribusi normal dan jika signifikan < 0,05 maka dapat dikatakan
data tidak terdistribusi normal.
Tabel IV.2
Uji
Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
|
|||||
|
Ln_PBH
|
DPK
|
TBH
|
NPF
|
|
N
|
30
|
30
|
30
|
30
|
|
Normal Parametersa,b
|
Mean
|
13.7259
|
10373498.8333
|
9.6707
|
4.9113
|
Std. Deviation
|
1.84935
|
14066553.20724
|
3.15741
|
6.15197
|
|
Most Extreme Differences
|
Absolute
|
.101
|
.289
|
.152
|
.216
|
Positive
|
.087
|
.289
|
.152
|
.216
|
|
Negative
|
-.101
|
-.239
|
-.071
|
-.212
|
|
Kolmogorov-Smirnov Z
|
.554
|
1.582
|
.834
|
1.185
|
|
Asymp. Sig. (2-tailed)
|
.919
|
.013
|
.491
|
.121
|
|
a. Test distribution is
Normal.
|
|||||
b. Calculated from data.
|
Sumber:
data sekunder diolah dengan SPSS 20 oleh penulis.
Uji Kolmogorov-Smirnov
dilakukan untuk mengetahui normalitas data dari variabel-variabel penelitian
yang digunakan. Uji tersebut menghasilkan nilai signifikansi lebih besar dari
0,05 untuk keempat variabel tersebut. Berikut rincian hasil uji Kolmogorov-Smirnov:
a. Variabel Pembiayaan Bagi Hasil sebesar 0,919 > 0,05
dengan interpretasi bahwa Pembiayaan Bagi Hasil berdistribusi normal.
b. Variabel Dana Pihak Ketiga sebesar 0,13 > 0,05 dengan
interpretasi bahwa Dana Pihak Ketiga berdistribusi normal.
c. Variabel
Tingkat Bagi Hasil sebesar 0,491 > 0,05 dengan interpretasi bahwa Tingkat
Bagi Hasil berdistribusi normal.
d. Variabel
Non Performing Financing sebesar 0,121
> 0,05 dengan interpretasi bahwa Tingkat Bagi Hasil berdistribusi normal.
Dengan demikian dapat diambil keputusan bahwa
data yang digunakan telah memenuhi persyaratan normalitas dan model regresi ini
dapat dilanjutkan ke pengujian berikutnya.
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah
salah satu syarat sebelum dilakukan analisis regresi pada suatu penelitian. Uji
asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel penelitian layak
digunakan atau tidak. Uji asumsi klasik pada penelitian mencakup uji normalitas
regresi, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, dan uji autokorelasi
a. Uji Normalitas Regresi
Normalitas dapat
diketahui dari penyebaran data pada sumbu diagonal dari grafik probability plot. Hal
ini dapat dilihat pada grafik probability
plot berikut ini:
Gambar IV.1
Uji Normalitas Regresi
Sumber:
data sekunder diolah dengan SPSS 20 oleh penulis.
Dengan melihat tampilan grafik,
diketahui bahwa terlihat titik-titik yang menyebar searah garis diagonal pada
grafik probability plot, serta
penyebarannya tidak menjauh dari garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan grafik di
atas model regresi tidak menyalahi asumsi normalitas regresi.
b. Uji Multikolinearitas
Menurut Ghazali (2011),
uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen (bebas). Uji
multikolinearitas dapat di dalam model regresi dapat dideteksi dengan cara
sebagai berikut:
1) Jika
nilai Variance Inflantion Factor
(VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model
tersebut dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas.
2) Jika
nilai koefisien korelasi antar masing-masing variabel independen kurang dari
0,70, maka model ini dapat dinyatakan bebas dari asumsi klasik multikolinearitas.
Jika lebih dari 0,70 maka diasumsikan terjadi korelasi yang sangat kuat
antarvariabel independen sehingga terjadi mutikolinearitas.
3) Jika
nilai koefisien determinan, baik dilihat dari R 2 maupun R- square diatas 0,60
namun tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen. Maka model
tersebut terkena multikolinearitas. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
metode nilai Variance Inflantion Factor
(VIF) dan nilai tolerance karena
lebih sering digunakan dan dirasa lebih mudah dipahami.
Dasar
pengambilan keputusan:
- Jika VIF > 10 maka Ha diterima (ada Multikolinearitas)
- Jika
VIF < 10 maka Ha ditolak (tidak ada Multikolinearitas)
Hasil Uji Multikolinearitas dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut:
Tabel IV.3
Uji
Multikolinearitas
Coefficientsa
|
||||||||
Model
|
Unstandardized Coefficients
|
Standardized Coefficients
|
t
|
Sig.
|
Collinearity Statistics
|
|||
B
|
Std. Error
|
Beta
|
Tolerance
|
VIF
|
||||
1
|
(Constant)
|
12.772
|
.751
|
|
17.010
|
.000
|
|
|
DPK
|
1.038E-007
|
.000
|
.790
|
6.342
|
.000
|
.958
|
1.043
|
|
TBH
|
.023
|
.082
|
.040
|
.283
|
.779
|
.754
|
1.326
|
|
NPF
|
-.071
|
.042
|
-.236
|
-1.675
|
.106
|
.750
|
1.333
|
|
a. Dependent Variable:
Ln_PBH
|
Sumber:
data sekunder diolah dengan SPSS 20 oleh penulis.
Berdasarkan
hasil uji multikolinearitas di atas, variabel Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi
Hasil dan Non Performing Financing
mempunyai nilai VIF < 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model
regresi ini tidak terdapat multikolinearitas antar variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini.
c. Uji Heterokedastisitas
Uji hereroskedastisitas dilakukan untuk
menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
pada grafik scatterplot tidak ada
pola yang jelas serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada
sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas. Jika sebaran data pada grafik scatterplot membentuk suatu pola
tertentu yang teratur, maka dapat dikatakan telah terjadi heterokedastisitas.
Gambar
IV.2
Uji Heterokedastisitas
Sumber:
data sekunder diolah dengan SPSS 20 oleh penulis.
Pada
hasil uji heterokedastisitas melalui grafik scatterplot
di atas, terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak baik di atas maupun di
bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian, model regresi ini tidak mengalami
heterokedastisitas, sehingga model regresi layak digunakan dan dapat
dilanjutkan pada pengujian berikutnya.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi
dilakukan untuk menentukan apakah terjadi korelasi antar variabel pengganggu (e
t) pada periode tertentu dengan varibel penggangu periode sebelumnya (e t-1).
Uji autokorelasi pada penelitian ini menggunakan Uji Durbin Watson. Jika nilai
Durbin Watson hitung mendekati atau disekitar angka 2 maka model tersebut
terbebas dari asumsi klasik autokorelasi, karena angka 2 pada uji Durbin Watson
terletak di daerah No Autocorelation.
Hipotesis yang digunakan dalam pengujian autokorelasi adalah sebagai berikut:
H0 :
Tidak ada autokorelasi
Ha :
Ada autokorelasi
Tabel IV.4
Uji Autokorelasi
Model Summaryb
|
|||||
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
Std. Error of the Estimate
|
Durbin-Watson
|
1
|
.783a
|
.614
|
.569
|
1.21378
|
1.976
|
a. Predictors: (Constant),
NPF, DPK, TBH
|
|||||
b. Dependent Variable:
Ln_PBH
|
Sumber:
data sekunder diolah dengan SPSS 20 oleh penulis.
Uji autokorelasi di atas menghasilkan nilai Durbin-Watson
sebesar 1,976. Nilai tersebut mendekati angka 2 yang menjadi syarat utama agar
model regresi terbebas dari pelanggaran uji asumsi klasi autokorelasi. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak,
sehingga model regresi ini tidak mengandung autokorelasi dan dapat digunakan
dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis.
4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis merupakan
metode dalam menjelaskan permasalahan dalam suatu penelitian dan menyatakan
variabel yang akan dilakukan pengujian. Uji hipotesis juga digunakan dalam
menyimpulkan sebuah penelitian. Metode analisa yang digunakan dalam uji
hipotesis meliputi uji analisis regresi linear berganda, uji koefisien korelasi
berganda, uji koefisien regresi secara parsial, uji koefisien regresi secara
bersama-sama, dan uji koefisien determinasi.
a. Uji Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear
berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (X) terhadap
variabel terikat (Y) atas peningkatan atau penurunan variabel bebas yang akan
mempengaruhi variabel terikat.
Persamaan yang digunakan dalam analisis
regresi linear berganda untuk tiga variabel independen adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 +
b2X2 + b3X3 + e
Keterangan:
Y =
variabel terikat/dependen (Pembiayaan Bagi Hasil)
a =
bilangan berkonstanta
b1 b2
b3 = koefisien arah garis
X1 =
variabel bebas/independen X1 (Dana Pihak Ketiga)
X2 =
variabel bebas/independen X2 (Tingkat Bagi Hasil)
X3 = variabel
bebas/independen X3 (Non Performing
Financing)
e = Error
Hasil perhitungan
analisis regresi berganda menggunakan SPSS 20 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
IV.5
Hasil
Analisis Regresi
Coefficientsa
|
||||||||
Model
|
Unstandardized Coefficients
|
Standardized Coefficients
|
t
|
Sig.
|
Collinearity Statistics
|
|||
B
|
Std. Error
|
Beta
|
Tolerance
|
VIF
|
||||
1
|
(Constant)
|
12.772
|
.751
|
|
17.010
|
.000
|
|
|
DPK
|
1.038E-007
|
.000
|
.790
|
6.342
|
.000
|
.958
|
1.043
|
|
TBH
|
.023
|
.082
|
.040
|
.283
|
.779
|
.754
|
1.326
|
|
NPF
|
-.071
|
.042
|
-.236
|
-1.675
|
.106
|
.750
|
1.333
|
|
a. Dependent Variable: Ln_PBH
|
Sumber: data sekunder
diolah dengan SPSS 20 oleh penulis.
Berdasarkan
tabel, pada kolom Unstandardized Coefficients bagian B diperoleh model
persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Y = 12,722 + 1,038E-007X1 + 0,023X2 – 0,071X3
+ e
Persamaan regresi di
atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)
Konstanta sebesar 12,722 artinya jika
variabel Dana Pihak Ketiga (X1), Tingkat Bagi Hasil (X2)
dan Non Performing Financing (X3)
memiliki nilai 0 (nol), maka nilainya adalah 12,722.
2)
Koefisien regresi Dana Pihak Ketiga (X1) sebesar 1,038E-007, artinya jika variabel Dana Pihak Ketiga
mengalami kenaikan 1 satuan, maka variabel Pembiayaan Bagi Hasil (Y) akan
mengalami kenaikan sebesar 1,038E-007.
3)
Koefisien regresi Tingkat Bagi Hasil (X2) sebesar 0,023, artinya jika variabel Tingkat Bagi Hasil mengalami kenaikan 1 satuan, maka variabel Pembiayaan Bagi
Hasil (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,023.
4)
Koefisien regresi Non Performing Financing (X3)
sebesar -0,071, artinya jika variabel Non Performing Financing mengalami kenaikan 1 satuan, maka variabel Pembiayaan Bagi
Hasil (Y) akan mengalami penurunan sebesar 0,071.
b. Uji Koefisien Korelasi Berganda
Uji koefisien korelasi berganda digunakan
untuk mengetahui seberapa besar hubungan yang terjadi antara variabel bebas
(Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil dan Non
Performing Financing) terhadap variabel terikat (Pembiayaan Bagi
Hasil). Dari hasil analisis regresi
dapat disajikan sebagai berikut:
Tabel
IV.6
Hasil Analisis Korelasi Ganda
Model Summaryb
|
|||||
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
Std. Error of the Estimate
|
Durbin-Watson
|
1
|
.783a
|
.614
|
.569
|
1.21378
|
1.976
|
a. Predictors: (Constant), NPF, DPK, TBH
|
|||||
b. Dependent Variable: Ln_PBH
|
Sumber: data sekunder
diolah dengan SPSS 20 oleh penulis.
Hasil yang akan diperoleh dari analisis korelasi berganda dapat
diinterpretasikan dengan pedoman interpretasi di bawah ini:
Tabel IV.7
Pedoman
Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien
|
Tingkat Hubungan
|
0,00 – 0,199
|
Sangat rendah
|
0,20 – 0,399
|
Rendah
|
0,40 – 0,599
|
Sedang
|
0,60 – 0,799
|
Kuat
|
0,80 – 1,000
|
Sangat kuat
|
Berdasarkan
tabel model summary di atas, dapat
diperoleh nilai R sebesar 0,783. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan
yang kuat antara dana pihak ketiga, tingkat bagi hasil dan non performing financing terhadap pembiayaan bagi hasil.
c. Uji Koefisien Regresi secara Parsial (Uji
t)
Uji t digunakan untuk
menunjukkan apakah variabel bebas secara individu memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel terikat.
Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah:
Ha1: Terdapat pengaruh antara dana pihak
ketiga terhadap pembiayaan bagi hasil.
Ha2: Terdapat pengaruh antara tingkat bagi
hasil terhadap pembiayaan bagi hasil.
Ha3: Terdapat pengaruh antara non performing financing terhadap
pembiayaan bagi hasil.
Dasar
pengambilan keputusan:
1) t hitung < t tabel, maka H0 diterima dan Ha
ditolak
2) t
hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima
Hasil
uji t dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel IV.8
Hasil Uji t (Parsial)
Coefficientsa
|
||||||||
Model
|
Unstandardized Coefficients
|
Standardized Coefficients
|
t
|
Sig.
|
Collinearity Statistics
|
|||
B
|
Std. Error
|
Beta
|
Tolerance
|
VIF
|
||||
1
|
(Constant)
|
12.772
|
.751
|
|
17.010
|
.000
|
|
|
DPK
|
1.038E-007
|
.000
|
.790
|
6.342
|
.000
|
.958
|
1.043
|
|
TBH
|
.023
|
.082
|
.040
|
.283
|
.779
|
.754
|
1.326
|
|
NPF
|
-.071
|
.042
|
-.236
|
-1.675
|
.106
|
.750
|
1.333
|
|
a. Dependent Variable: Ln_PBH
|
Sumber: data sekunder
diolah dengan SPSS 20 oleh penulis.
Dari
hasil uji t diatas, diperoleh uji statistik sebagai berikut:
1)
Variabel Dana Pihak Ketiga
mempunyai nilai signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 atau thitung
(6,342) > ttabel (2,052). Dengan demikian, H0 ditolak dan Ha
diterima, maka terdapat pengaruh antara Dana Pihak Ketiga dengan Pembiayaan
Bagi Hasil.
2)
Variabel
Tingkat Bagi Hasil mempunyai nilai signifikansi 0,779 yang lebih besar dari
0,05 atau thitung (0,283) < ttabel (2,052). Dengan
demikian, H0 diterima dan Ha ditolak, maka tidak terdapat
pengaruh antara Tingkat Bagi Hasil dengan Pembiayaan Bagi Hasil.
3)
Variabel Non Performing Financing mempunyai nilai
signifikansi 0,106 yang lebih besar dari 0,05 atau thitung (-1,675) <
ttabel (2,052). Dengan demikian, H0 diterima dan Ha
ditolak, maka tidak terdapat pengaruh antara Non Performing Financing dengan Pembiayaan Bagi Hasil.
d. Uji Koefisien Regresi secara bersama-sama
Uji Koefisien Regresi
secara bersama-sama atau Uji F digunakan untuk menguji apakah secara
bersama-sama seluruh variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel
terikat. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha: Terdapat pengaruh
secara bersama-sama antara dana pihak ketiga, tingkat bagi hasil dan non performing financing terhadap
pembiayaan bagi hasil.
Dasar pengambilan keputusan
adalah sebagi berikut:
1) signifikansi
< 0.05 (Fhitung > Ftabel) maka Ho ditolak, Ha
diterima.
2) signifikansi > 0.05
(Fhitung < Ftabel) maka Ho diterima, Ha ditolak.
Hasil
uji F dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel
IV.9
Uji F
ANOVAa
|
||||||
Model
|
Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
|
1
|
Regression
|
60.878
|
3
|
20.293
|
13.774
|
.000b
|
Residual
|
38.305
|
26
|
1.473
|
|
|
|
Total
|
99.183
|
29
|
|
|
|
|
a. Dependent Variable: Ln_PBH
|
||||||
b. Predictors: (Constant), NPF, DPK, TBH
|
Sumber: data sekunder
diolah dengan SPSS 20 oleh penulis.
Dari tabel ANOVA di atas, dapat diketahui bahwa signifikansi sebesar 0,000
lebih kecil dari 0,05 atau fhitung (13,774) > ftabel (2,98),
maka Ha diterima. Dengan demikian, terdapat pengaruh secara bersama
antara variabel bebas (dana pihak ketiga, tingkat bagi hasil dan non performing financing) terhadap variabel
terikat (pembiayaan bagi hasil).
e. Uji Koefisien Determinasi
Uji koefisien
determinasi digunakan untuk mengetahui kontribusi variabel bebas terhadap naik
turunnya variabel terikat. Berikut adalah hasil uji koefisien determinasi:
Tabel
IV.10
Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
|
|||||
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
Std. Error of the Estimate
|
Durbin-Watson
|
1
|
.783a
|
.614
|
.569
|
1.21378
|
1.976
|
a. Predictors: (Constant), NPF, DPK, TBH
|
|||||
b. Dependent Variable: Ln_PBH
|
Sumber: data sekunder
diolah dengan SPSS 20 oleh penulis.
Berdasarkan tabel di
atas, nilai R sebesar 0,783 yang berarti bahwa hubungan antara variabel bebas
dan variabel terikat memiliki hubungan yang kuat. Dikatakan kuat karena berada
di atas 0,05. Sedangkan nilai R Square (R2) adalah:
KD =
R2 x 100%
KD = 0,614 x 100% = 61,4%
Koefisien determinasi
sebesar 61,4% artinya Pembiayaan Bagi Hasil dipengaruhi oleh Dana Pihak Ketiga,
Tingkat Bagi Hasil dan Non Performing
Financing sebesar 61,4%, sedangkan sisanya sebesar 38,6% dipengaruhi faktor
lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.
5. Interpretasi Hasil Uji Hipotesis
Setelah penulis melakukan analisis data
dengan program SPSS versi 20, maka dapat diketahui data sebagai berikut:
a. Berdasarkan
hasil analisa regresi berganda antara dana pihak ketiga, tingkat bagi hasil dan
non performing financing terhadap
pembiayaan bagi hasil diperoleh model persamaan sebagai berikut:
Y = 12,722 + 1,038E-007X1 + 0,023X2 – 0,071X3
+ e
b. Berdasarkan uji korelasi ganda diperoleh angka R sebesar
78,3%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang kuat antara dana pihak
ketiga, tingkat bagi hasil dan non
performing financing terhadap pembiayaan bagi hasil.
c. Berdasarkan hasil uji analisis koefisien regresi secara
parsial diperoleh hasil sebagai berikut:
1)
Variabel
Dana Pihak Ketiga mempunyai nilai signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05
atau thitung (6,342) > ttabel (2,052). Dengan
demikian, H0 ditolak dan Ha diterima, maka terdapat pengaruh
positif antara Dana Pihak Ketiga dengan Pembiayaan Bagi Hasil.
Hasil ini mendukung penelitian dari Andraeny (2011) yang
membuktikan bahwa variabel Dana Pihak Ketiga berpengaruh terhadap Pembiayaan Bagi
Hasil. Hal ini dibuktikan pada uji t dengan hasil yang diperoleh dari
perbandingan thitung dengan ttabel adalah positif thitung
> ttabel (48,665 > 1,67), sehingga pada tingkat kekeliruan 5%
Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti variabel Dana Pihak Ketiga secara
parsial berpengaruh terhadap Pembiayaan Bagi Hasil.
2)
Variabel
Tingkat Bagi Hasil mempunyai nilai signifikansi 0,779 yang lebih besar dari
0,05 atau thitung (0,283) < ttabel (2,052). Dengan
demikian, H0 diterima dan Ha ditolak, maka tidak terdapat
pengaruh antara Tingkat Bagi Hasil dengan Pembiayaan Bagi Hasil.
Hasil ini tidak mendukung penelitian dari Andraeny (2011)
yang membuktikan bahwa variabel Tingkat Bagi Hasil berpengaruh terhadap
Pembiayaan Bagi Hasil. Hal ini dibuktikan pada uji t dengan hasil yang
diperoleh dari perbandingan thitung dengan ttabel adalah
positif thitung > ttabel (5,919 > 1,67), sehingga
pada tingkat kekeliruan 5% Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti variabel Tingkat
Bagi Hasil secara parsial berpengaruh terhadap Pembiayaan Bagi Hasil.
3)
Variabel Non Performing Financing mempunyai nilai
signifikansi 0,106 yang lebih besar dari 0,05 atau thitung (-1,675) < ttabel (2,052).
Dengan demikian, H0 diterima dan Ha ditolak, maka tidak
terdapat pengaruh antara Non Performing
Financing dengan Pembiayaan Bagi Hasil.
Hasil
ini tidak mendukung penelitian dari Andraeny (2011) yang membuktikan bahwa
variabel Non Performing Financing tidak
berpengaruh terhadap Pembiayaan Bagi Hasil. Hal ini dibuktikan pada uji t
dengan hasil yang diperoleh dari perbandingan thitung dengan ttabel
adalah negatif thitung < ttabel (0,073 < 1,67),
sehingga pada tingkat kekeliruan 5% Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti
variabel Non Performing Financing
secara parsial tidak berpengaruh terhadap Pembiayaan Bagi Hasil.
d. Berdasarkan
hasil uji koefisien regresi secara bersama-sama diperoleh signifikansi sebesar
0,000 lebih kecil dari 0,05 atau fhitung (13,774) > ftabel
(2,98), maka Ha diterima, yang berarti terdapat pengaruh secara
bersama antara variabel bebas (dana pihak ketiga, tingkat bagi hasil dan non performing financing) terhadap
variabel terikat (pembiayaan bagi hasil).
Hasil
ini mendukung penelitian dari Faizal dan Prabawa (2010) yang membuktikan bahwa
variabel Dana Pihak Ketiga dan Non Performing Financing berpengaruh
terhadap Pembiayaan Bagi Hasil. Hal ini dibuktikan pada signifikansi sebesar
0,000 lebih kecil dari 0,05, sehingga pada tingkat kekeliruan 5% Ho ditolak dan
Ha diterima yang berarti variabel Dana Pihak Ketiga dan Non
Performing Financing secara bersama-sama berpengaruh terhadap Pembiayaan
Bagi Hasil.
e. Berdasarkan
hasil uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa Dana Pihak Ketiga, Tingkat
Bagi Hasil dan Non Performing Financing
memiliki kontribusi sebesar 61,4% terhadap Pembiayaan Bagi Hasil, sedangkan
sisanya sebesar 38,6% dipengaruhi faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam
penelitian ini.
Hasil penelitian dari Andraeny (2011)
membuktikan bahwa nilai R Square
yaitu sebesar 0,983 atau 98,3 %, artinya pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat
Bagi Hasil dan Non Performing Financing
secara bersama-sama terhadap Pembiayaan Bagi Hasil sebesar 98,3% sedangkan
sisanya sebesar 1,7% merupakan pengaruh dari faktor-faktor lain yang tidak
diteliti pada penelitian tersebut.
D. Analisis Hasil Penelitian
1. Pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap
Pembiayaan Bagi Hasil
Berdasarkan hasil uji parsial tabel IV.8,
diketahui bahwa variabel dana pihak ketiga berpengaruh secara positif terhadap
pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia. Hal ini menandakan
bahwa semakin tinggi jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank syariah,
maka akan semakin banyak jumlah pembiayaan bagi hasil yang disalurkan.
Kemampuan bank syariah dalam menghimpun dana pihak ketiga dalam jumlah besar
akan meningkatkan proses penyaluran dana pada pembiayaan bagi hasil, apalagi
jika mayoritas dana pihak ketiga yang dihimpun adalah dana murah berupa tabungan
dan giro yang dapat menekan biaya dana (cost
of fund).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Andraeny (2011) yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan
antara dana pihak ketiga terhadap volume pembiayaan bagi hasil.
Dengan demikian, dana pihak ketiga merupakan
salah satu faktor yang harus menjadi perhatian perbankan syariah dalam
meningkatkan pembiayaan bagi hasil pada masyarakat yang bergerak di sektor
produktif.
2.
Pengaruh
Tingkat Bagi Hasil terhadap Pembiayaan Bagi Hasil
Berdasarkan hasil uji
parsial tabel IV.8, diketahui bahwa variabel tingkat bagi hasil tidak
berpengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia.
Bank syariah dalam menjalankan bisnisnya memang berorientasi pada keuntungan,
namun tetap harus berlandaskan nilai-nilai syariah dan mengutamakan
kesejahteraan dan keadilan untuk umat, dalam hal ini seluruh lapisan
masyarakat. Tingkat bagi hasil yang tinggi cenderung akan meningkatkan risiko
pembiayaan bagi hasil, sehingga perbankan syariah di Indonesia tidak terlalu
gencar melakukan penyaluran pada pembiayaan bagi hasil. Hal ini tercermin dari
akad murabahah yang saat ini masih
memiliki pangsa sebesar 60% dari total pembiayaan perbankan syariah. Perlu
adanya analisis terhadap penentuan nisbah bagi hasil saat penyaluran pembiayaan
bagi hasil sehingga bank syariah dan nasabah pembiayaan akan merasa sama-sama
tidak terbebani.
Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Pramono (2013) yang menyimpulkan bahwa tingkat bagi hasil
tidak berpengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil. Pramono (2013) menjelaskan
bahwa alasan mengapa tingkat bagi hasil tidak berpengaruh adalah karena adanya
ketimpangan antara total pembiayaan bagi hasil yang disalurkan dengan
pendapatan bagi hasil yang diterima dan tingkat risiko yang lebih tinggi pada
pembiayaan bagi hasil.
3.
Pengaruh Non
Performing Financing terhadap Pembiayaan Bagi Hasil
Berdasarkan hasil uji parsial tabel IV.8,
diketahui bahwa variabel non performing
financing tidak berpengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil pada perbankan
syariah di Indonesia. Non performing
financing menjadi salah satu perhatian penting bank syariah dalam penerapan
manajemen risiko pada aspek pembiayaan. Bank syariah yang kurang waspada terhadap
nasabah-nasabah pembiayaan yang mulai bermasalah akan mengalami kesulitan dalam
melakukan langkah-langkah perbaikan terhadap kualitas pembiayaan nasabah
tersebut. Sehingga bank syariah perlu
memiliki unit-unit kerja khusus yang menangani restrukturisasi dan
penanganan pembiayaan bermasalah.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Faizal dan Prabawa (2010) yang menyimpulkan bahwa non performing financing tidak berpengaruh terhadap pembiayaan bagi
hasil. Faizal dan Prabawa (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa pembiayaan
macet yang ada pada bank syariah sedikit, sehingga tidak mempengaruhi kebijakan
penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah.
4.
Pengaruh
Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil dan Non Performing terhadap
Pembiayaan Bagi Hasil
Berdasarkan
uji secara bersama-sama pada tabel IV.9, diketahui bahwa variabel dana pihak
ketiga, tingkat bagi hasil dan non
performing financing secara bersama-sama berpengaruh terhadap pembiayaan
bagi hasil. Faktor dana pihak ketiga, tingkat bagi hasil dan non performing financing merupakan
faktor penting dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia, khususnya
dalam membantu perkembangan sektor produktif. Penghimpunan dana, penentuan
nisbah bagi hasil pembiayaan, dan pengelolaan risiko pembiayaan yang dilakukan
secara konsisten oleh perbankan syariah dapat membuat perbankan syariah menjadi
kuat dalam menghadapi persaingan di dunia perbankan baik secara nasional maupun
regional.
Penelitian
ini sejalan dengan penelitian Faizal dan Prabawa (2010) yang menyimpulkan bahwa
dana pihak ketiga dan non performing
financing berpengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari pembahasan bab-bab sebelumnya maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel
Dana Pihak Ketiga memiliki pengaruh terhadap Pembiayaan Bagi Hasil, hal ini
dapat dilihat pada Uji t yang membuktikan bahwa variabel Dana Pihak Ketiga
mempunyai angka signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 atau thitung
(6,342) > ttabel (2,052). Dengan kata lain Ha diterima, yang artinya
terdapat pengaruh positif antara Dana Pihak Ketiga dengan Pembiayaan Bagi
Hasil.
2. Variabel Tingkat Bagi Hasil tidak memiliki pengaruh
terhadap Pembiayaan Bagi Hasil, hal ini dapat dilihat pada Uji t yang
membuktikan bahwa variabel Tingkat Bagi Hasil mempunyai angka nilai
signifikansi 0,779 yang lebih besar dari 0,05 atau thitung (0,283)
< ttabel (2,052). Dengan kata lain Ha ditolak, yang
artinya tidak terdapat pengaruh antara Tingkat Bagi Hasil dengan Pembiayaan
Bagi Hasil.
3. Variabel Non
Performing Financing tidak memiliki pengaruh terhadap Pembiayaan Bagi
Hasil, hal ini dapat dilihat pada Uji t yang membuktikan bahwa variabel Tingkat
Bagi Hasil mempunyai angka nilai signifikansi 0,106 yang lebih besar dari 0,05
atau thitung (-1,675)
< ttabel (2,052). Dengan kata lain Ha
ditolak, yang artinya tidak terdapat pengaruh antara Non Performing Financing dengan Pembiayaan Bagi Hasil.
4. Variabel
Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil dan Non
Performing Financing secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap
Pembiayaan Bagi Hasil, hal ini dapat dilihat pada Uji F yang membuktikan bahwa
signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 atau fhitung (13,774)
> ftabel (2,98), maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti
secara bersama-sama terdapat pengaruh antara seluruh variabel bebas (Dana Pihak
Ketiga, Tingkat Bagi Hasil dan Non Performing
Financing) terhadap variabel terikat (Pembiayaan Bagi Hasil).
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang
telah disampaikan, maka penulis mencoba untuk memberikan saran-saran yang dapat
dijadikan pertimbangan dan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan:
1. Bagi
perbankan syariah, khususnya bank syariah perlu menjadikan penyaluran dana
kepada sektor produktif perlu sebagai prioritas utama, terutama penyaluran dana
pada pembiayaan bagi hasil berupa akad pembiayaan mudharabah dan musyarakah.
Hal ini karena bank syariah seharusnya menjadi salah satu penggerak roda
perekonomian nasional dalam memajukan sektor produktif. Namun, bank syariah
tetap harus mewaspadai adanya risiko pembiayaan, salah satunya Non Performing Financing, sehingga perlu
adanya manajemen risiko yang kuat serta prosedur analisa pembiayaan yang ketat.
Di sisi lain, bank syariah harus menghimpun sebanyak-banyak dana murah
(tabungan dan giro syariah) dari masyarakat agar bank tidak kesulitan
menyalurkan pembiayaan bagi hasil kepada para pelaku sektor produktif.
2. Bagi
regulator (Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan), hendaknya memberikan
stimulus dan kebijakan yang memihak kepada bank syariah dalam peningkatan penyaluran
pembiayaan bagi hasil, seperti adanya inovasi produk pembiayaan bagi hasil,
sosialisasi produk pembiayaan bagi hasil kepada para pelaku sektor produktif, terutama
UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah).
3. Bagi
peneliti selanjutnya, dapat melakukan penambahan variabel penelitian yang
digunakan, sehingga dapat diketahui lebih lanjut faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pembiayaan bagi hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Andraeny, D. (2011). Analisis
Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil, Dan Non Performing Financing terhadap Volume Pembiayaan Berbasis Bagi
Hasil Pada Perbankan Syariah Di Indonesia. Simposium Nasional
Akuntansi XIV.
Arianti,
W dan Muharamm, H. (2011). Analisis
Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital
Adequacy Ratio (CAR), Non
Performing Financing (NPF), dan Return of
Asset (ROA) terhadap Pembiayaan pada Perbankan Syariah.
Ascarya.
(2007). Akad Dan Produk Bank Syariah,
(1st . ed). Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Bank Indonesia. (2014). Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2013. Diakses melalui www.bi.go.id tanggal 11 Januari
2015.
Bank
Indonesia. (2014). Statistik
Perbankan Syariah Tahun 2013. Diakses melalui www.bi.go.id tanggal 11 Januari
2015.
Bank
Indonesia. Evolusi Kerangka Kebijakan
Financial Inclusion.
Diakses melalui
www.bi.go.id tanggal
11 Januari 2015.
Faizal,
A & Prabawa S, A. (2010). Analisis
Pengaruh Total Aset, Dana Pihak Ketiga dan Non Performing Financing
Terhadap Volume Pembiayaan Bagi Hasil (Studi Kasus Pada Bank Umum Syariah
Devisa). The
Manager Review, 8 (1),65-72.
Fakultas
Ekonomi Universitas Persada Indonesia Y.A.I. (2013). Pedoman Penulisan Skripsi dan Non Skripsi Serta Ujian
Komprehensif/Penutup Studi Fakultas Ekonomi, (8th ed). Jakarta: Universitas Persada
Indonesia Y.A.I.
Firaldi,
Mufqi. (2013). Analisis Pengaruh
Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), Non
Performing Financing (NPF) dan Tingkat Inflasi terhadap Total Pembiayaan
yang Diberikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi: tidak dipublikasikan.
Ghozali,
Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19,
(5th . ed). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Huda,
N & Heykal, M. (2010). Lembaga
Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis Dan Praktis. Jakarta: Kencana.
Ikatan
Bankir Indonesia. (2014). Memahami
Bisnis Bank Syariah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Karim,
A, A. (2008). Islamic Banking Fiqh And Financial Analysis, (3rd .
ed). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
. (2008). Bank Islam: analisis
fiqih dan keuangan, (3rd . ed). Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Kurniawanti, A & Zulfikar. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Volume Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
Seminar
Nasional dan Call for Paper Program
Studi Akuntansi-FEB UMS, 145-164.
Muhammad.
(2005). Bank Syariah: Problem dan
Prospek Perkembangan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Muhammad
& Suwiknyo, D. (2009). Akuntansi
Perbankan Syariah. Yogyakarta: TrustMedia Publishing.
Nurhayati,
S dan Wasilah (2009). Akuntansi
Syariah Di Indonesia, (2nd . ed). Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Otoritas Jasa Keuangan. (2014). Laporan Perkembangan Keuangan Syariah tahun 2013. Diakses melalui www.ojk.go.id tanggal 11 Januari 2015.
Otoritas Jasa Keuangan. (2014). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 16/POJK.03/2014 tentang
Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Diakses melalui www.ojk.go.id tanggal 11 Januari 2015.
Pramono, N, H. (2013). Optimalisasi Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil pada Bank Syariah di
Indonesia. Accounting
Analysis Journal, 154-162.
Popita,
M, S, A. (2013). Analisis Penyebab
Terjadinya Non Performing Financing
pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Accounting Analysis Journal, 404-412.
Salman,
K, R. (2012). Akuntansi Perbankan
Syariah Berbasis PSAK Syariah. Padang: Akademia
Permata.
Siamat, D. (2005). Manajemen
Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Subagyo, A. (2009). Kamus
Istilah Ekonomi Islam. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sugiyono. (2011). Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit
Alfabeta.
Triawan, Y, R, E. (2014). Analisis Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah terhadap Laba Bersih
Perbankan Syariah di Indonesia. Universitas Persada Indonesia Y.A.I.
Jakarta. Skripsi: tidak dipublikasikan.
Wiroso. (2009). Produk
Perbankan Syariah: Dilengkapi UU Perbankan Syariah dan Kodifikasi Produk Bank
Indonesia, (1st . ed). Jakarta: LPFE Usakti.
Yaya, R, Martawireja, A.E. & Abdurahim, A (2014). Akuntansi Perbankan Syariah: Teori Dan
Praktek Kontomporer Berdasarkan PAPSI 2013, (2nd . ed). Jakarta:
Penerbit Salemba Empat.
Zainuri, A, W. (2012). Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
No comments:
Post a Comment