BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan ekonomi syariah yang
terus meningkat membuat masyarakat mulai melirik investasi dalam instrumen
keuangan syariah. Instrumen keuangan syariah di Indonesia terdiri atas saham
syariah, obligasi syariah/sukuk/surat berharga syariah/medium term note syariah, reksa dana syariah, dan sebagainya.
Pendayagunaan aset yang optimal dalam investasi pada instrumen keuangan
syariah, selain memberikan rasa nyaman karena sesuai dengan syariah, juga dapat
membantu membangun perekonomian bangsa yang lebih maju dan bebas dari unsur
ribawi.
Potensi ekonomi syariah di
Indonesia cukup besar. Hal ini didukung dengan Golongan Menengah (Middle Class) di Indonesia yang cukup
meningkat pesat. Instrumen keuangan syariah dapat menjadi pilihan utama, bukan
hanya sekedar alternatif, bagi para kalangan yang menyadari bahwa ekonomi
syariah di Indonesia terus berkembang setiap tahunnya. Hal tersebut tentu saja
dikarenakan dukungan pemerintah yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pemaparan
singkat di atas melatarbelakangi tim penyusun untuk menyusun makalah berjudul “Isu
Kontemporer Ekonomi Syariah”. Judul tersebut diambil dari judul pada bab 16 (enam
belas) materi mata kuliah Akuntansi Syariah.
B. Topik Permasalahan
Berdasarkan
latar belakang di atas, tim penyusun membuat topik permasalahan terkait makalah
“Isu Kontemporer Ekonomi Syariah” sebagai berikut:
a.
Apakah pengertian dari pasar modal?
b.
Apa sumber hukum syariah atas transaksi instrumen keuangan
syariah?
c.
Bagaimanakah penjelasan kriteria efek
syariah?
d.
Apakah yang dimaksud dengan efek syariah beserta jenisnya?
e.
Apakah yang dimaksud dengan saham syariah?
f.
Apakah yang dimaksud dengan obligasi syariah?
g.
Apakah yang dimaksud dengan Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN)?
h.
Apakah yang dimaksud dengan Reksa Dana Syariah?
i.
Apa saja yang termasuk dalam transaksi terkait regulator
(khusus untuk perbankan syariah)?
j.
Bagaimanakah penerapan Akuntansi Sukuk (PSAK 110)?
k.
Bagaimanakah penerapan Asuransi Syariah?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam
penulisan makalah ini adalah untuk memperluas pemahaman pembaca terkait
definisi dan penerapan produk-produk ekonomi syariah, khususnya pada instrumen
keuangan syariah. Tim penyusun mengharapkan pembahasan dalam makalah dapat
bermanfaat dalam menganalisa dan berinvestasi pada instrumen keuangan syariah
di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pasar Modal
Pengertian
pasar modal dapat dijelaskan sebagai berikut:
· Pasar
Modal (Capital Market) merupakan
pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa
diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas ( saham ), instrument
derivative, maupun instrument lainnya.
· Pasar
Modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya
pemerintah ) dan sarana bagi kegiatan berinvestasi bagi para investor.
· Pasar
Modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan
kegiatan terkait lainnya.
Berdasarkan
fungsinya, pasar modal dapat dibagi menjadi 3 jenis, antara lain:
a. Pasar
Perdana, yaitu penjualan efek pertama kali atau penerbitan efek sebelum efek
tersebut dijual melalui bursa efek. Pada pasar perdana, efek dijual dengan
harga emisi, sehingga perusahaan yang menerbitkan saham memperoleh dana dari
penjualan terssbut.
b. Pasar
Sekunder, yaitu penjualan efek setelah penjualan pada pasar perdana berakhir.
Pada pasar sekunder harga efek ditentukan berdasarkan nilai pasar efek
tersebut, dan perusahaan yang menerbitkan tidak lagi memperoleh dana dari
penjualan tersebut.
c. Bursa
Paralel, yaitu merupakan bursa efek yang ada. Bagi perusahaan yang menerbitkan
efek dan akan menjual efeknya melalui bursa daoat dilakukan melalui bursa
parallel. Bursa parallel merupakan alternative bagi perusahaan yang go public untuk memperjualbelikan
efeknya jika tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan pada bursa efek.
Pasar Modal Syariah merupakan pasar modal
yang menerapkan prinsip syariah dalam kegiatan transaksinya dan terbebas dari
hal-hal yang dilarang, seperti riba, perjudian, spekulasi dan lain sebagainya.
Penerapan
prinsip-prinsip syariah melekat pada instrument atau surat berharga atau efek
yang diperjualbelikan ( efek syariah ) dan cara bertransaksinya sebagaimana
diatur oleh fatwa DSN – MUI, sehingga tidak memerlukan bursa efek yang
terpisah.
Pasar
Modal Syariah di Indonesia secara resmi diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003
bersamaan dengan penandatanganan MOU antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syariah
Nasional – MUI. Namun instrument pasar modal syariah telah hadir di Indonesia
pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareka Syariah pada 3
Juli 1997 oleh PT Danareksa Investment Management.
Selanjutnya
Bursa Efek Indonesia bekerjasama dengan PT Danareksa Investment Management
meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk
memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah.
Bapepam
sebagai badan yang berwenang atas pasar modal di Indonesia, tidak terkecuali
pasar modal syariah dengan Keputusan Nomor Kep-130/BL/2006 dan Nomor
Kep-131/BL/2006 telah menerbitkan satu paket regulasi yang terkait dengan
penerapan prinsip syariah di pasar modal, yaitu:
a. Nomor
IX.A.13, yaitu Bapepam mengatur mengenai Definisi efek syariah, Ketentuan Umum,
Ketentuan Perusahaan yang menerbitkan efek haruslah perusahaan yang sesuai
dengan kategori syariah, serta peraturan mengenai perbitan Sukuk Syariah,
Penerbitan Reksa Dana Syariah, Penerbitan Efek Beragun Aset ( EBA ) Syariah.
b. Nomor
IX.A.14 yaitu Bapepam mengatur Akad-akad yang digunakan dalam penerbitan efek
syariah di pasar modal. Isinya lebih mengatur kepada akad-akad di Pasar Modal
Syariah yang memiliki kesamaan akad seperti akad pada Ijarah, Kafalah,
Mudharabah, dan Wakalah.
Walaupun
telah disiapkan master plan pasar
modal syariah berupa kerangka kebijakan pengembangan pasar modal syariah
termasuk serangkaian peraturan, serta komponen pendukungnya seperti : kebijakan
akuntansi, hukum maupun bentuk produk syariah, perkembangan pasar modal syariah
di Indonesia masih tergolong lambat ( Hasil Studi Bapepam ) , sebagai akibat
dari :
a.
Kurangnya tingkat pengetahuan dan
pemahaman pelaku pasar dan modal
b. Terbatasnya
ketersediaan informasi tentang Pasar Modal Syariah
c. Kurangnya
Sumber Daya Manusia ( professional ) yang ahli di bidang keuangan syariah
d. Pola
kelembagaan atau institusi dalam rangka pengawasan masih dianggap sebagai
“dis-insentif” oleh para pelaku.
e. Kurangnya
“insentif” sehingga pelaku lebih cenderung menerbitkan produk konvensional
f. Terbatasnya
produk syariah yang dapat dijadikan portofolio reksa dana ( kendala khusus
untuk reksa dana syariah )
B. Sumber
Hukum Syariah
Berikut
adalah sumber hukum syariah transaksi terkait surat berharga, antara lain:
a.
Al
–Qur’an
.. dan Allah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba … ( QS 2:275 )
b.
As-Sunnah
“ Tidak boleh membahayakan diri
sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain” (HR.Ibnu Majah dari
Ubadah bin Shamit )
Dari
ketentuan diatas memang tidak ada yang langsung menghalalkan atau mengharamkan
transaksi surat berharga karena transaksi tersebut belum dikenal pada zaman
nabi.
Hasil
pertemuan ulama Internasional telah memperbolehkan transaksi saham seperti yang
menjadi dasar fatwa DSN MUI yaitu : Keputusan Mukatamar ke – 7 Majma’ Fiqh
Islami tahun 1992 di Jeddah yaitu boleh menjual atau menjaminkan saham dengan
tetap memperhatikan peraturan yang berlaku pada perseroan.
C. Kriteria
Efek Syariah
Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah
suatu lembaga dibawah MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang dibentuk tahun 1999
melalui Fatwa DSN Nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 tanggal 4 Oktober 2003 tentang Pasar
Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di bidang Pasar Modal, telah menerapkan kriteria
produk-produk investasi yang sesuai ajaran Islam.
Semua produk atau instrument keuangan
yang digunakan harus memenuhi syarat :
1.
Jenis Usaha, produk barang dan jasa yang
diberikan serta cara pengelolaan perusahaan emiten tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah. Jenis kegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah antara lain :
a.
Usaha perjudian atau permainan yang
tergolong judi atau perdagangan yang terlarang,
b.
Lembaga Keuangan Konvensional (ribawi),
termasuk perbankan dan asuransi konvensional,
c.
Produsen, Distributor, serta pedagang
makanan dan minuman haram,
d.
Produsen, Distributor, dan/atau penyedia
barang/jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat,
e.
Melakukan investasi pada emiten
(perusahaan) yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) utang perusahaan pada
lembaga keuangan ribawi lebih dominan daripada modalnya.
2.
Pelaksanaan transaksi harus dilakukan
menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan
manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezaliman, seperti :
a. Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu
b. Ba’I Al Ma’doum, yaitu melakukan penjualan efek syariah yang belum
dimiliki (short selling)
c. Insider Trading, yaitu
menggunakan informasi “orang dalam” dari perusahaan emiten untuk memperoleh
keuntungan atas transaksi yang dilakukan
d. Menimbulkan informasi yang
menyesatkan
e. Margin Trading, melakukan
transaksi atas efek syariah dengan fasilitas pinjaman berbasisi bunga atas
kewajiban penyelesaian pembelian efek syariah tersebut
f.
Corner, adalah
sejenis manipulasi pasar dalam bentuk menguasai pasokan saham yang beredar di
pasar sehingga pelakunya dapat menentukan harga samah di bursa. Dengan adanya
corner ini, harga dapat direkayasa dengan cara melakukan transaksi fiktif atau
transaksi semu.
g. Window Dressing, merupakan
praktik tertentu dengan laporan keuangan yang didesain untuk menyajikan kondisi
keuangan yang lebih baik daripada keadaan yang sebenarnya. Hal ini dilakukan dalam
salah satu upaya meningkatkan harga saham.
Ada 2 kriteria yang harus dipenuhi agar efek
tersebut dikatakan sesuai syariah, criteria ini sesuai dengan SK Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-208/BL/2012 yang menyempurnakan SK Bapepam dan LK
No. Kep-180/BL/2009 tanggal 30 Juni 2009, yaitu :
1.
Kriteria Jenis Usaha, dimana entitas
tersebut tidak melakukan kegiatan usaha sebagai berikut :
a.
Perjudian dan permainan yang tergolong
judi
b.
Pedagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain :
i.
Perdagangan yang tidak disertai dengan
penyerahan barang/jasa
ii.
Perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu
c.
Jasa Keuangan Ribawi, antara lain :
i.
Bank berbasis bunga
ii.
Perusahaan pembiayaan berbasis bunga
d.
Jual beli resiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan atau judi (maisir), antara lain asuransi
konvensional
e.
Memproduksi, mendistribusikan,
memperdagangkan, dan atau menyediakan antara lain :
i.
Barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi)
ii.
Barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram lighairihi) yang ditetapkan oleh
DSN-MUI
iii.
Barang atau jasa yang merusak moral dan atau bersifat mudarat
f.
Melakukan transaksi yang mengadung unsur suap (risywah)
2.
Kriteria Rasio Keuangan, yaitu memenuhi
rasio-rasio keuangan sebagai berikut :
a.
Total Utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total
asset tidak lebih dari 45%
b.
Total pendapatan bungan dan pendapatan
yang tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak
lebih dari 10%
‘
D. Jenis Efek
Syariah
Objek jual beli atau perdagangan dalam pasar modal
dan pasar modal syariah adalah efek atau surat berharga. Ada lima jenis efek
syariah yang dapat diperdagangkan dalam Pasar Modal Syariah yaitu :
1.
Saham
Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang
memenuhi criteria berdasarkan fatwa DSN-MUI, dan tidak termasuk saham yang
memiliki hak-hak istimewa,
2.
Obligasi
Syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip
syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah
berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat
jatuh tempo,
3.
Unit
Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Reksa Dana Syariah adalah
satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak dalam portofolio
investasi suatu KIK Reksa Dana Syariah,
4.
Efek
Beragun Aset (KIK EBA) Syariah adalah efek yang diterbitkan oleh
kontrak investasi kolektif EBA Syariah yang portofolionya terdiri atas asset
keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang
timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan asset fisik oleh lembaga keuangan,
efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan
investasi/arus kas serta asset keuangan setara, yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah,
5.
Surat
Berharga Komersial Syariah adalah surat pengakuan atas suatu
pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang seusai dengan prinsip-prinsip
syariah
6.
Surat Berharga Syariah lainnya.
E. Saham Syariah
Sesuai fatwa DSN-MUI,
pengertian saham adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan dan tidak
termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa. Berdasarkan definisi tersebut
dapat dikatakan bahwa saham merupakan bukti kepemilikan seseorang/pemegang
saham atas aset perusahaan sehingga penilaian atas saham seharusnya berdasarkan
atas nilai aset (yang berfungsi sebagai underlying
asset-nya).
Sebagai bukti kepemilikan, maka saham yang diperbolehkan
secara syariah untuk dibeli adalah saham untuk perusahaan-perusahaan yang
kegiatan usaha, jenis produk/jasa serta cara pengelolaannya sejalan dengan
prinsip syariah.
Penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam
bentuk saham syariah maupun nonsyariah, melainkan pada saham yang memenuhi
kriteria syariah. BEI (Bursa Efek Indonesia) bekerja sama dengan Dewan Pengawas
Syariah PT Danareksa Investment Managemet telah mengembangkan Jakarta Islamic
Index (JII) yang menggambarkan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinsip
syariah.
Proses penetapan saham emiten yang dapat dikelompokkan
dalam JII adalah:
1.
Saham-saham yang termasuk dalam indeks syariah adalah
saham-saham dengan emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan
syariah sebagaimana persyaratan pada DSN-MUI.
2.
Setelah itu dinilai berdasarkan aspek
likuiditas dan kondisi keuangan emiten, yaitu:
a.
Memilih saham dengan jenis usaha utama
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3
bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).
b.
Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau
tengah tahun berakhir yang memiliki rasio kewajiban terhadap aset maksimal 90%.
c.
Memilih 60 saham dari susunan saham di
atas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.
d.
Memilih 30 saham dengan urutan
berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan regular selama satu
tahun terakhir.
JII akan dikaji setiap 6 bulan dengan penentuan komponen
indeks pada awal bulan Januari dan Juli stiap tahunnya, sedangkan perubahan
pada jenis usaha emiten akan dipantau secara terus menerus berdasarkan
data-data publikyang tersedia. Indeks harga saham setiap hari dihitung
menggunakan harga saham terkahir yang terjadi di bursa.
Adapun daftar saham JII yang telah diterbitkan Bursa Efek
Indonesia berdasarkan Daftar Efek Syariah periode Desember - Juni 2012 yang
telah diterbitkan Bapepam & LK adalah sebagai berikut:
No.
|
Kode
|
Nama Emiten
|
1
|
||
2
|
||
3
|
||
4
|
||
5
|
||
6
|
||
7
|
||
8
|
||
9
|
||
10
|
||
11
|
||
12
|
||
13
|
||
14
|
||
15
|
||
16
|
||
17
|
||
18
|
||
19
|
||
20
|
||
21
|
||
22
|
||
23
|
||
24
|
||
25
|
||
26
|
||
27
|
||
28
|
||
29
|
||
30
|
Sejak 12 Mei 2011, BEI mempunyai dua indeks
harga saham Syariah, yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI). Konstituen ISSI terdiri dari seluruh saham Syariah yang
tercatat di BEI. Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) atau Indonesia Sharia
Stock Index (ISSI) yang dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi investor untuk
berinvestasi di saham. Dengan peluncuran ini diharapkan dapat menjadi indikator
utama yang bisa menggambarkan kinerja seluruh saham syariah yang tercatat di
BEI dan membantu menghilangkan kesalahpahaman masyarakat yang menganggap bahwa
saham syariah hanya terdiri dari 30 saham yang masuk dalam Jakarta Islamic
Index (JII) (Eramuslim).
Sesuai dengan fatwa MUI, transaksi saham dihalalkan sepanjang
perusahaan tersebut tidak melakukan transaksi yang dilarang, emiten
menajalankan usaha dengan kriteria syariah serta transaksi dilakukan dengan
harga pasar wajar. Harga pasar wajar saham syariah harus mencerminkan nilai
atau valuasi atas kondisi yang sesungguhnya dari aset yang menjadi dasar
penerbitan efek tersebut dan/atau sesuai dengan mekanisme pasar yang teratur,
wajar dan efisien serta tidak direkayasa.
F. Obligasi Syariah
Definisi
obligasi syariah menurut Fatwa DSN adalah sebagai surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syriah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang saham
syariah, yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang
obligasi berupa bagi hasil / margin /
fee serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo.
Obligasi
syariah bukan merupakan surat utang (pada obligasi konvensional) melainkan
sertifikat investasi (bukti kepemilikan) atas suatu aset berwujud atau hak
manfaat (benefit title) yang menjadi
underlying asset nya.
Berikut adalah
perbedaan Obligasi Syariah dengan Obligasi Konvensional :
Karakteristik
|
Obligasi
|
Obligasi Konvensional
|
Penerbit
|
Pemerintah,
Korporasi
|
Pemerintah, Korporasi
|
Sifat
instrument
|
Sertifikat
kepemilikan/penyertaan atas suatu asset
|
Instrumen pengakuan
hutan
|
Penghasilan
|
Imbalan,
bagi hasil, margin/fee
|
Bunga.kupon, capital gain
|
Jangka waktu
|
Pendek –
menengah
|
Menengah – panjang
|
Underlying
asset
|
Perlu
|
Tidak perlu
|
Pihak yang
terkait
|
Issuer, SPV, Investor, trustee
|
Obligator / issuer, investor
|
Price
|
Market Price
|
Market Price
|
Investor
|
Islami,
konvensional
|
Konvensional
|
Pembayaran
pokok
|
Bullet atau amortisasi
|
Bullet atau amortisasi
|
Penggunaan hasil
penerbitan
|
Harus sesuai
syariah
|
Bebas
|
Dasar hukum
|
Undang –
undang
|
Undang – undang
|
Metode
penerbitan
|
Lelang, bookbuilding, private placement
|
Lelang, bookbuilding, private placement
|
Ketentuan
perdagangan
|
Tradable
|
Tradable
|
Dokumen yang
diperlukan
|
Dokumen pasar modal, dokumen syariah
|
Dokumen pasar modal
|
Sharia endorsement
|
Perlu
|
Tidak perlu
|
Sumber :
Diolah dari berbagai sumber
Setelah perusahaan
menerbitkan obligasi syariah, maka perusahaan tersebut harus menjalankan
prinsip-prinsip yang mengatur obligasi syariah tersebut. Prinsip obligasi
syariah antara lain:
1.
Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan
usaha yang spesifik, dimana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah untuk
menentukan manfaat yang timbul.
2.
Hasil investasi yang diterima pemilik
dana merupakan fungsi dari manfaat yang diterima perusahaan dari dana hasil
penjualan obligasi, bukan dari kegiatan usaha yang lain.
3.
Tidak boleh memberikan jaminan hasil usaha yang semata-mata
merupakan fungsi waktu dari uang (time
value of money).
4.
Obligasi tidak dapat dipakai untuk menggantikan hutang yang
sudah ada (bay al dayn bi al dayn).
5.
Bila pemilik dana tidak harus menanggung rugi, maka pemilik
usaha harus mengikat diri (aqad jaiz).
6.
Pemilik dana dapat menerima pembagian dari pendapatan (revenue sharing), dimana pemilik usaha
(emiten) mengikat diri untuk membatasi penggunaan pendapatan sebagai biaya
usaha.
7.
Obligasi dapat dijual kembali, baik
kepada pemilik dana lainnya ataupun kepada emiten (bila sesuai dengan
ketentuan).
8.
Obligasi dapat dijual dibawah nilai pari
(modal awal) kalau perusahaan mengalami kerugian.
9.
Perubahan nilai pasar bukan berarti
perubahan jumlah hutang.
Jenis-jenis
obligasi syariah berdasarkan akadnya terbagi menjadi:
a. Obligasi Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan
perjanjian atau kad ijarah dimana suatu pihak bertindak sendiri atau melalui
wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain
berdasarkan harga dan periode disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan aset itu sendiri. Sukuk ijarah dibedakan menjadi Ijarah
Al-Muntahiya. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat
tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Ketentuan akad ijarah sebagai
berikut:
1. Objeknya dapat berupa barang
(harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan) maupun berupa jasa.
2. Manfaat dari objek dan nilai
manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak.
3. Ruang lingkup
dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
4. Penyewa harus
membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa/upah.
5. Pemakai
manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga.
6. Pembeli sewa
haruslah pemilik mutlak.
b. Obligasi
mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
mudhorobah dimana suatu pihak menyediakan modal dan satu pihak lainnya
menyediakan dan pihak lain menyediakan tenaga atau keahlian, keuntungan dari
kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui
sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang
menjadi penyedia modal.
c. Obligasi
musyarakah yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
musyarokah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk
membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai
kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama
sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
d. Obligasi istishna’,
yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna’ dimana
para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang.
Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan
terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
Jenis-jenis obligasi syariah
berdasarkan institusi yang menerbitkan terbagi menjadi:
a. Obligasi korporasi
(perusahaan), yaitu obligasi syariah yang diterbitkan oleh suatu perusahaan
yang memenuhi prinsip syariah. Dalam penerbitannya terdapat beberapa pihak yang
terlibat yaitu:
1.
Obligor, yaitu emiten yang bertanggung
jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal obligasi yang diterbitkan
sampai dengan jatuh tempo.
2. Wali amanat, yaitu untuk
mewakili kepentingan investor.
3. Investor, yaitu pemegang
obligasi yang memiliki hak atas imabalan, margin, dan nilai nominal obligasi
sesuai partisipasi masing-masing.
b. Surat berharga syariah negara
selanjutnya disebut SBSN, yaitu merupakan surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan
aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Karakteristik SBSN
adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bukti kepemilikan
aset berwujud atau hak bermanfaat : pendapatan berupa imbalan, margin, dan bagi hasil sesuai jenis akad
yang digunakan.
2.
Terbebas dari unsur riba, gharar, dan
maysir.
3. Penerbitannya melalui wali
amanat berupa spesial purpose vehicle
(SPV).
4. Memerlukan underlying aset (sejumlah tertentu aset
yang jadi objek perjanjian. Berfungsi untuk menghindari riba, sebagai
persyaratan untuk dapat diperdagangkannya obligasi di pasar sekunder, dan akan
menentukan jenis struktural obligasi.
5. Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah.
Dalam penerbitan obligasi syariah,
terdapat beberapa pihak yang terlibat, yaitu:
1.
Obligor, yaitu emiten yang bertanggung
jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal obligasi yang diterbitkan
sampai dengan jatuh tempo.
2.
Investor, yaitu pemegang obligasi yang memilik hak imabalan,
amrgin, dan nilai nominal obligasi sesuai partisipasi masing-masing.
3.
Special Purpose Vehicle (SPV), yaitu badan hukum
yang didirikan khusus untuk penerbitan obligasi dengan fungsi (i) sebagai
penerbit obligasi, (ii) menjadi counterpart pemerintah dalam transaksi
pengalihan aset. (iii) bertindak sebagai wali amanat untuk mewakili kepentingan
investor.
Landasan hukum obligasi syariah
antara lain:
a.
Surat Al-Maidah ayat 1.
b.
Surat Al-Isra’ ayat 34.
c.
Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002,
tentang Obligasi Syariah.
d.
Fatwa DSN MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002,
tentang Obligasi Syariah Mudharobah.
e.
Fatwa DSN MUI No. 41/DSN-MUI/IX/2004,
tentang Obligasi Syariah Ijarah.
f.
Fatwa DSN MUI No. 59/DSN-MUI/IX/2007,
tentang Obligasi Syariah Mudharobah Konversi.
g.
UU No:19 tahun 2008, tentang Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN).
G. Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN)
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau dapat juga disebut Sukuk Negara adalah merupakan surat
berharga (obligasi) yang diterbitkan oleh pemerintah berdasarkan prinsip syariah.
UU No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara menyatakan bahwa
surat berharga syariah negara adalah surat berharga negara yang di terbitkan
berdasarkan prinsip syariah ,sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap
asset SBSN ,baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Tujuan penerbitan SBSN adalah untuk membiayai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk membiayai pembangunan proyek
(seperti proyek infrastruktur dalam sektor energi, telekomunikasi, perhubungan,
pertanian, industri manufaktur, dan perumahan rakyat).
Penerbitan SBSN dilakukan melalui proses sebagai berikut:
·
Identifikasi
Barang Milik Negara atau proyek yang akan dijadikan sebagai underlying;
·
Perumusan
struktur SBSN yang meliputi jenis akad, tenor, volume, denominasi, metode
penerbitan;
·
Penyusunan dokumen syariah dan pasar modal;
·
Permintaan pernyataan kesesuaian syariah atas akad SBSN;
·
Pelaksanaan
penerbitan/penjualan, baik dengan metode lelang, bookbuilding, maupun teknik
lainnya; dan
·
Penyelesaian
(Settlement) SBSN.
Berdasarkan
jangka waktunya, terdapat dua jenis Surat Berharga Syariah Negara, yakni SBSN
jangka pendek dan SBSN jangka panjang. SBSN jangka pendek adalah SBSNyang
berjangka waktu sampai dengan 12 bulan. Adapun SBSN jangka panjang adalah SBSN
yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan.
Dokumen
yang diperlukan dalam penerbitan SBSN terdiri dari 3 jenis, yaitu dokumen
transaksi/hukum, dokumen syariah dan dokumen pasar modal. Dokumen
transaksi/hukum, antara lain: Perjanjian Jual Beli Aset dan Perjanjian Sewa
Aset (dalam hal SBSN diterbitkan dengan akad Ijarah Sale and Lease Back);
Pernyataan untuk Menjual Aset (Sale Undertaking); Pernyataan untuk
Membeli Aset (Purchase Undertaking); Perjanjian Pengelolaan Aset (Servicing
Agency Agreement). Dokumen syariah, antara lain Fatwa dan Pernyataan
Kesesuaian Syariah. Dokumen pasar modal, antara lain: Memorandum Informasi (Offering
Memorandum); Perjanjian Perwaliamanatan (Declaration of Trust);
Perjanjian Keagenan (Agency Agreement); Perjanjian Pembebanan Biaya (Cost
Undertaking). Penggunaan dokumen tersebut sangat tergantung pada jenis akad
dan mekanisme penerbitan SBSN yang digunakan.
Pihak
yang berperan dalam penerbitan SBSN:
·
Menteri
Keuangan atas nama Pemerintah, yaitu pihak yang memiliki underlying asset dan
bertanggungjawab atas pembayaran pokok serta imbal hasil sukuk yang
diterbitkan;
·
Perusahaan
Penerbit SBSN yang berperan sebagai SPV, yaitu badan hukum yang didirikan
khusus untuk menerbitkan sukuk;
·
Bank
Indonesia yaitu pihak yang berperan sebagai Agen Pembayar yang bertanggung
jawab atas penerimaan dana hasil penerbitan sukuk, pembayaran imbalan dan pokok
sukuk saat jatuh tempo, serta sebagai Agen
Dasar
hukum penerbitan SBSN adalah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara, yang disahkan pada tanggal 7 Mei 2008, yang mengatur
tentang Sukuk yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat. Peraturan lainnya yangmendukung pelaksanaan
penerbitan SBSN diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan untuk menerbitkan SBSN dan
dilaksanakan oleh Menteri Keuangan.
Sejalan
dengan tujuan utama penerbitan SBSN yaitu untuk membiayai APBN,
penerbitan SBSN oleh Pemerintah diperlukan antara
lain untuk:
·
memperluas
basis sumber pembiayaan anggaran negara;
·
mendorong pertumbuhan dan pengembangan pasar keuangan syariah di Indonesia;
·
memperkuat
dan meningkatkan peran sistem keuangan berbasis syariah di dalam negeri;
·
menciptakan
benchmark instrumen keuangan syariah baik di pasar keuangan syariah domestik
maupun internasional;
·
memperluas
dan mendiversifikasi basis investor;
·
mengembangkan
alternatif instrumen investasi;
·
membiayai
pembangunan proyek infrastruktur;
·
mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN).
Keuntungan
yang diperoleh investor dari berinvestasi dalam SBSN atau Sukuk
Negara, antara lain:
·
merupakan investasi yang aman, karena pembayaran imbalan dan nilai nominal
SBSN sampai dengan jatuh tempo dijamin oleh Pemerintah;
·
berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah, serta aman dan terbebas
dari hal-hal yang dilarang syariah, seperti riba, gharar, dan maysir, sehingga selain
aman juga menentramkan;
·
memberikan
penghasilan berupa imbalan atau bagi hasil yang kompetitif, dibandingkan dengan
instrumen keuangan lain;
·
dapat diperdagangkan di pasar sekunder sesuai dengan harga pasar, sehingga
investor berpotensi mendapatkan capital gain;
·
turut berpartisipasi serta mendukung pembiayaan pembangunan nasional.
H. Reksa Dana
Syariah
KIK Reksa Dana
Syariah adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak
dalam portofolio investasi suatu reksa dana syariah.
Reksa dana
syariah adalah reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah
Islam, baik dalam bentuk akad pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/
rabb al-maal) dengan manager investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun
antara Manajer Investasi sebagai wakil shalib al-mal dengan pengguna investasi.
(Fatwa DSN Nomor: 20/DSN-MUI/IX/2001).
Produk-produk
yang dapat dijadikan portofolio bagi reksa dana syariah adalah produk-produk
investasi sesuai dengan syariah; seperti saham-saham yang tergabung dalam JII
obligasi syariah, dan berbagai instrumen keuangan syariah lainnya.
Reksa dana syariah merupakan sarana investasi campuran yang menggabungkan
saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola oleh manajer
investasi.
Keuntungan berinvestasi pada reksa dana syariah adalah dapat dilakukan
secara ritel sehingga investasi awal dapat disesuaikan dengan kesanggupan
keuangan dan nilainya kecil. Keuntungan lainnya adalah hasilnya yang relatif
lebih tinggi (dibanding deposito) serta bebas pajak, mudah pelaksanaan
transaksinya, perkembangannya yang dapat dipantau secara harian melalui media
serta adanya audit secara rutin dan pengawasan oleh Dewan Pengawas Syariah
(DPS).
Berikut
beberapa reksa dana syariah di Indonesia :
1.
BNI Dana Syariah (sejak tahun 2004)
2.
Dompet Dhuafa-BTS Syariah (2004)
3.
PNM Amanah Syariah (2004)
4.
Big Dana Syariah (2004)
5.
I-Hajj Syariah Fund (2005)
6.
Reksa Dana PNM Syariah (sejak tahun 2000)
7.
Danareksa Syariah Berimbang (2000)
8.
Batasa Syariah (2003)
9.
BNI Dana Plus Syariah (2004)
10. AAA Syariah Fund (2004)
11. BSM Investa Berimbang
(2004)
Mekanisme operasional dalam reksa
dana syariah terdiri atas:
1.
Antara pemodal dengan manajer investasi
dilakukan sistem wakalah,
2.
Antara manajer investasi dan pengguna
investasi dilakukan dengan sistem mudharabah.
Karakteristik sistem mudharabah
adalah:
1.
Pembagian keuntungan antara pemodal (sahib al-mal) yang diwakili
oleh manajer investasi dan pengguna investasi berdasarkan pada proporsi yang
telah disepakati kedua belah pihak melalui manajer investasi sebagai wakil dan
tidak ada jaminan atas hasil investasi tertentu kepada pemodal.
2.
Pemodal hanya menanggung resiko sebesar dana yang telah
diberikan.
3.
Manajer investasi sebagai wakil tidak menanggung resiko
kerugian atas investasi yang dilakukannya sepanjang bukan karena kelalaiannya.
Pihak yang terlibat dalam reksa dana:
1.
Manager investasi : pihak/ perusahaan yang kegiatan utamanya
adalah mengelola portofolio efek untuk nasabah atau mengelola portofolio
investasi kolektif untuk sekelompok orang termasuk reksa dana. Kewajiban manager investasi adalah :
a.
Mengelola portofolio investasi sesuai dengan kebijakan
investasi yang tercantum dalam kontrak dan prospektus.
b.
Menyusun tata cara dan memastikan bahwa semua dana para calon
pemegang unit penyertaan disampaikan kepada Bank Kustodian selambat-lambatnya
pada akhir hari kerja berikutnya.
c.
Melakukan pengembalian dana unit penyertaan.
d.
Memelihara semua catatan penting yang berkaitan dengan
laporan keuangan dan pengelolaan reksa dana sebagaimana ditetapkan oleh
instansi yang berwenang.
2.
Bank Kustodian : bank yang menerima jasa penitipan efek dan
harta lain yang berkaitan dengan efek jasa lain, menyelesaikan transaksi efek
dan mewakili pemegang rekening nasabahnya. Kewajiban Bank Kustodian adalah :
a.
Memberikan pelayanan penitipan kolektif sehubungan dengan
kekayaan reksa dana.
b.
Menghitung nilai aset bersih dari unit penyertaan setiap hari
bursa.
c.
Membayar biaya-biaya yang berkaitan dengan reksa dana atas
perintah manajer investasi.
d.
Menyimpan catatan secara terpisah yang menunjukkan semua
perubahan dalam jumlah unit penyertaan, serta nama, kewarganegaraan, alamat,
dan identitas lainnya dari para pemodal.
e.
Mengurus penerbitan dan penebusan dari unit penyertaan sesuai
dengan kontrak.
f.
Memastikan bahwa unit penyertaan diterbitkan hanya atas
penerimaan dana dari calon pemodal.
3.
Dewan pengawas syariah : untuk mengawasi proses transaksi
reksa dana baik, sebelum peluncuran maupun setelah peluncuran. Kewajiban Dewan
Pengawas Syariah adalah :
a.
Melakukan proses penyeleksian portofolio efek.
b.
Melakukan monitoring portofolio, memastikan bahwa investasi
dilakukan pada efek yang telah ditetapkan dan melakukan transaksi yang sesuai
syariah.
c.
Melakukan purifikasi (pemurnian) portofolio.
Dewan Pengawas
Syariah memegang peranan sangat penting dalam mengawasi transaksi perusahaan
penerbit reksa dana, karena kehalalan imbal hasil/ dana yang diperoleh melalui
reksa dana sangat bergantung pada kegiatan investasi yang dilakukan oleh
manajer investasi.
Hal lain yang
harus dipertimbangkan sebelum memilih suatu reksa dana syariah adalah kapasitas
dan kemampuan manajer investasi untuk mengelola dana, yang antara lain bisa dilihat
dari kinerja (nilai aset bersih) yang berjalan selama ini, serta dari
biaya-biaya yang dibebankan seperti biaya pembelian dan biaya penjualan
kembali, imbalan jasa manajer investasi dan jasa kustodian.
H. Transaksi yang terkait dengan Regulator
–Khusus Perbankan Syariah
Transaksi yang terkait dengan
regulator, khususnya ditujukan untuk perbankan syariah antara lain:
·
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia,
·
Sertifikat Bank Syariah Indonesia,
·
Pasar Uang Antar Bank Syariah,
·
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA),
·
Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi
Bank Syariah (FPJPS).
Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai
bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.
Sebagai bukti penitipan dana tersebut, Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. SWBI merupakan instrumen yang tidak boleh diperjualbelikan. Fungsi SWBI adalah untuk melaksanakan pengendalian moneter dan menjadi alat penyaluran kelebihan likuiditas Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah. Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas penitipan dana tersebut yang diperhitungkan pada saat jatuh tempo. Besarnya bonus tidak boleh ditetapkan dalam bentuk nominal ataupun prosentase dan bersifat sukarela.
Sebagai bukti penitipan dana tersebut, Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. SWBI merupakan instrumen yang tidak boleh diperjualbelikan. Fungsi SWBI adalah untuk melaksanakan pengendalian moneter dan menjadi alat penyaluran kelebihan likuiditas Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah. Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas penitipan dana tersebut yang diperhitungkan pada saat jatuh tempo. Besarnya bonus tidak boleh ditetapkan dalam bentuk nominal ataupun prosentase dan bersifat sukarela.
Surat Berharga Indonesia
Syariah (SBIS) sejenis surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia selaku Bank Sentral dan ditujukan untuk dibeli oleh Bank Umum Syariah /UUS dengan nilai
nominal yang sangat besar. Tujuan penerbitan SBIS bagi bank Indonesia adalah mengatur
peredaran uang didalam masyarakat, sedangkan bagi bank syariah/unit usaha
syariah sebagai salah satu cara untuk mengatur likuiditas.Tujuan
penerbitan SBIS
adalah
mengatur peredaran uang di dalam masyarakat. SBSI diterbitkan sebagai pengganti Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia, Akad yang digunakan oleh SBIS adalah Akad Ju'alah (imbalan)
sehingga tidak ada Riba' meskipun return
yang diberikan BI terbilang cukup tinggi.
PUAS (Pasar Uang Antarbank
Syariah) diterbitkan dengan PBI No. 9/5/PBI/2007 tentang Pasar Uang
Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah. Sedangkan akad yang dapat digunakan
untuk transaksi PUAS adalah : akad mudharabah, akad musyarakah, akad wadi’ah,
akad qard dan akad sharf sesuai dengan fatwa DSN MUI NO: 37/DSN-MUI/X/2002. Pasar Uang Antarbank adalah transaksi
untuk menyerahkan sejumlah kelebihan dana dari suatu Bank kepada Bank yang
lain, di mana Bank yang menerima dana sedang kalah kliring. Kalah kliring
artinya sebuah Bank yang kekurangan dana untuk membayar kepada nasabahnya.
Sertifikat Investasi
Mudharabah Antar Bank (sertifikat IMA) didefinisikan sebagai sertifikat yang
diterbitkan oleh bak syariah/ unit usaha syariah (UUS) yang digunakan sebagai
sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad mudharabah. Sebagai
sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS)
yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad
mudharabah.
(Izin SE BI no 9/8/DPM tertanggal 30 Maret 2007. Tujuan Sertifikat IMA adalah sebagai sarana
investasi untuk
mengatur likuiditas bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah.
Karakteristik SIMA antara lain:
·
Diterbitkan dengan akad mudharabah,
·
Dapat diterbitkan baik dalam rupiah maupun dalam valuta
asing,
·
Dapat diterbitkan dengan atau tanpa warkat,
·
Mencantumkan informasi sedikitnya : nilai nominal investasi,
nisbah bagi hasil, jangka
waktu
investasi, indikasi tingkat imbalan Sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada
bulan terakhir,
·
dapat diperdagangkan sebelum jatuh tempo,
·
Berjangka waktu 1 hari sampai dengan 365 hari.
Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS) merupakan fasilitas yang diberikan
hanya kepada Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah yang mengalami kesulitan
pendanaan jangka pendek, namun masih memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan
permodalan. FPJPS merupakan instrument terakhir
untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bagi bank syariah atau Unit Usaha syariah
setelah terjadinya saldo giro negatif dan tidak berhasilnya akses pasar uang
syariah untuk menutup kewajiban jangka pendek. Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah yang memperoleh FPJPS
harus menyetor agunan ke Bank Indonesia berupa SWBI/SBIS ataupun SBSN. Agunan
ini tidak boleh diperjualbelikan dan tidak boleh dijadikan agunan untuk
pembiayaan lainnya selama dijadikan agunan untuk FPJPS. Jika pada saat jatuh
tempo pembiayaan Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah tidak dapat melunasi
kewajibannya, maka FPJPS dapat diperpanjang dengan tetap mengagunkan
surat-surat berharga tersebut. Jika
Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah tidak memperpanjang FPJPS, maka pada saat
jatuh tempo tersebut, Bank Indonesia akan mengeksekusi agunan FPJPS. Jika hasil
eksekusi agunan masih kurang untuk menutupi dana FPJPS, maka Bank Syariah atau
Unit Usaha Syariah harus menambah dana ke Bank Indonesia. Namun jika hasil
eksekusi agunan lebih dari FPJPS, maka kelebihan tersebut dikembalikan kepada
Bank Sariah atau Unit Usaha Syariah.
I. Akuntansi Sukuk
(PSAK 110)
PSAK No. 110 tentang Sukuk Hanya mengatur 2 jenis sukuk,
yaitu suku mudharabah dan sukuk ijarah, jika entitas menerbitkan dan memiliki
sukuk dengan akad selain ijarah dan mudharabah, maka entitas dapat
menerapkannya dengan PSAK lain yang mengatur akad yang mendasari sukuk.
1)
Akuntansi
Penerbit
|
SUKUK
MUDHARABAH
|
SUKUK
IJARAH
|
SAAT
PENGAKUAN
|
Ø Saat
entitas menjadi pihak yang terkait dengan penerbitan sukuk mudharabah
|
Ø Saat
entitas menjadi pihak yang terkait dengan penerbitan sukuk ijarah
|
PENGUKURAN
|
Ø Sukuk
mudharabah diakui sebesar nilai nominal
|
Ø Sukuk
ijarah diakui sebesar nolai nominal, disesuaikan dengan premium atau diskonto
dan biaya transaksi terkait dengan penerbitannya.
Ø Setelah
pengakuan awal jika jumlah tercatat berbeda dengan nilai nominal maka
perbedaan tersebut diamortisasi secara garis lurus selama jangka waktu sukuk
ijarah dan diakui sebagai beban sukuk ijarah
|
PENGAKUAN
DAN PENGUKURAN ATAS BIAYA TRANSAKSI
|
Ø Biaya
transaksi diakui secara terpisah dari sukuk mudharabah.
Ø Biaya
transaski diamortisasi secara garis lurus selama jangka waktu sukuk
mudharabah dan diakui sebagai beban penerbitan
|
Ø Biaya
transasksi diakui sebagai pengurang atas nilai nominal sukuk
|
RETURN
BAGI INVESTOR
|
Ø Berupa
bagi hasil
Ø Bagi
hasil yang menjadi hak investor sukuk mudharabah diakui sebagai pengurang
pendapatan bukan sebagai beban
|
Ø Berupa
ujrah (fee)
Ø Beban
ijarah diakui pada saat terutang
|
PENYAJIAN
|
Ø Bagi
entitas syariah : sebagai dana syirkah temporer
Ø Bagi
entitas non syariah : sebagai liabilitas yang terpisah dari liabilitas
lain dan dalam urutan paling akhir
dalam liabilitas
Ø Biaya
transaksi penerbitan sukuk mudharabah disajikan dalam aset sebagai beban
tanggungan
|
Ø Disajikan
sebagai liabilitas netto setelah premium atau diskonto dan biaya transaksi
yang belum diamortisasi.
|
PENGUNGKAPAN
|
Ø Persyaratan
utama dalam penerbitan, seperti: aktivitas, ringkasan akad, jangka waktu,
nilai, prinsip bagi hasil dan lainnya
Ø Penjelasan
aktivitas uang mendasari penerbitan seperti: jenis usaha, tren usah dan pihak
pengelola
|
Ø Persyaratan
utama dalam penerbitan, seperti: aktivitas, ringkasan akad, jangka waktu
nilai nomonal, besar imbalan dan lainnya
Ø Penjelasan
aktivitas yang mendasari penerbitan seperti, jenis dan umur ekonomis
|
2)
Akuntansi
untuk investor
|
SUKUK
MUDHARABAH
|
SUKUK
IJARAH
|
SEBELUM
PENGAKUAN
|
Ø Entitas
menentukan klasifikasikan investasi dalam dua pilihan:
w Diukur
pada harga perolehan: jika model usahanya bertujuan memperoleh arus kas
kontraktual (tujuan ditetapkan oleh entitas) dan persyaratannya ada tanggal
pembayaran. Untuk sukuk mudharabah adalah arus kas kontraktual berupa bagi
hasil dan pokok, sedangkan untuk sukuk ijarah adalah arus kas imbalan berupa
ujrah
w Diukur
pada nilai wajar
Ø Entitas
tidak boleh mengubah klasifikasi kecuali ada perubahan tujuan model usaha
|
|
SAAT
PENGAKUAN
|
Ø Pada
saat tanggal perdagangan atau penyelesaian transaksi dalam pasar yang lazim
|
Ø Pada
saat tanggal perdagangan atau penyelesaian transaksi dalam pasar yang lazim
|
PENGUKURAN
|
||
A. Jika
Menggunakan Harga Perolehan
|
Ø Sebesar
biaya perolehan termasuk biaya transaksi
|
Ø Sebesar
biaya perolehab termasuk biaya transaksi, jika ada selisih atas nilai nominal
dan biaya perolehan maka diamortisasi secara garis lurus salam jangka waktu
sukuk
|
B. Jika
Menggunakan Nilai Wajar
|
Ø Sebesar
nilai wajar tidak termasuk biaya transaksi
|
|
SETELAH
PENGAKUAN AWAL
|
||
A. Jika
Menggunakan Harga Perolehan
|
Ø Jika
terdapat indikasi penurunan nilai, maka entitas membandingkan antara nolai
tercatat dan jumlah tepulihkan. Jika jumlah terpulihkan lebih kecil maka
diakui rugi penurunan nilai.
Ø Jumlah
terpulihkan adalah jumlah dari nilai pokok yang diterima tanpa
memperhitungkan nilai kini.
|
|
B. Jika
menggunakan nilai wajar
|
Ø Diukur
pada nilai wajar, selisih antara nilai wajar dan jumlah tercatat diakui dalam
laba rugi.
Ø Penentuan
nilai wajar investasi mengacu pada urutan sebagai berikut:
w Kuotasi
harga dipasar aktif atau
w Harga
yang terjadi dari transaksi terkini jika tidak ada kuotasi harga dipasar
aktif, atau
w Nilai
wajar instrumen sejenis jika tidak ada kuotasi harga pasar aktif dan tidak
ada harga yang terjadi dari transaksi terkini
|
|
PENYAJIAN
|
Ø Tergantung
pada pilihan pengukuran
Ø Pendapatan
investasi dan beban amortisasi disajikan secara neto dalam laba rugi
|
|
PENGUNGKAPAN
|
Ø Klasifikasi
berdasarkan jumlah investasi
Ø Tujuan
model usaha yang digunakan
Ø Jumlah
wajar untuk investasi yang diukur pada biaya perolehan
|
J. Akuntansi Transaksi Asuransi (PSAK 108)
Pernyataan
standar akuntansi keuangan (PSAK) 108 tentang Akuntansi Transaksi Asuransi
Syariah merupakan PSAK pertama yang ditujukan untuk entitas asuransi syariah
dan hanya mengatur tentang transaksi asuransi syariah secara resmi dikeluarkan
pada bulan april 2009 dan berlaku efektif per 1 januari 2010.
Transaksi
asuransi syariah yang dimaksud dalam dalam PSAK 108 adalah transaksi yang
terkait dengan kontribusi peserta, alokasi surplus atau defisit underwriting,
penyisihan teknis, dan cadangan dana tabarru’.
1)
Pengakuan Dan Pengukuran
1. Pengakuan
Awal
a.
Kontribusi dari peserta diakui sebagai
bagian dari dana tabarru’ dalam dana peserta.
b.
Dana tabarru’ yang diterima tidak diakui
sebagai pendapatan, karena entitas pengelola tidak berhak untuk menggunakan
dana tersebut untuk keperluannya, tetapi hanya mengelola dana sebagai wakil
para perserta.
c.
Selain dari kontribusi peserta, tambahan
dana tabarru’ juga berasal dari hasil investasi dan akumulasi cadangan surplus
underwriting dana tabarru’. Investasi oleh entitas pengelola dilakukan (dalam
kedudukan sebagai entitas pengelola) antara lain, sebagai wakil peserta
(wakalah) atau pengelola dana (mudharabah atau mudharabah musytarakah).
d.
Bagian pembayaran dari peserta untuk
investasi diakui sebagai:
·
dana syirkah temporer jika menggunakan
akad mudharabah atau mudharabah musytarakah dan atau
·
kewajiban jika menggunakan akad wakalah.
e.
Pada saat entitas asuransi menyalurkan
dana investasi yang menggunakan akad wakalah bil ujrah, entitas mengurangi
kewajiban dan melaporkan penyaluran tersebut dalam laporan perubahan dana
investasi terikat.
f.
Perlakuan akuntansi untuk investasi
dengan menggunakan akad mudharabah, atau mudharabah musytarakah, mengacu kepada
PSAK yang relevan.
g.
Bagian kontribusi untuk ujrah/fee diakui
sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi dan menjadi beban dalam laporan
surplus defisit underwriting dana tabarru’.
2. Pengukuran
Setelah Pengakuan Awal
a. Surplus
dan Défisit Underwriting Dana Tabarru
Ø Penetapan
besaran pembagian surplus underwriting dana tabaru tergantung kepada peserta
secara kolektif, regulator atau kebijakan manajemen.
·
seluruh surplus sebagai cadangan dana
tabarru’;
·
sebagian sebagai cadangan dana tabarru’
dan sebagian lainnya didistribusikan kepada peserta; atau
·
sebagian sebagai cadangan dana tabarru’,
sebagian didistribusikan kepada peserta, dan sebagian lainnya didistribusikan
kepada entitas pengelola.
Ø Bagian
surplus underwriting dana tabarru’
yang didistribusikan kepada peserta dan bagian surplus underwriting dana
tabarru’ yang didistribusikan kepada entitas pengelola diakui sebagai pengurang
surplus dalam laporan perubahan dana tabarru’.
Ø Surplus
underwriting dana tabarru’ yang
diterima entitas pengelola diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi,
dan surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta
diakui sebagai kewajiban dalam neraca.
Ø Jika
terjadi defisit underwriting dana
tabarru’, maka entitas pengelola wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam
bentuk pinjaman (qardh). Pengembalian qardh tersebut kepada entitas pengelola
berasal dari surplus dana tabarru’ yang akan datang.
Ø Pinjaman
qard dalam neraca dan pendapatan dalam laporan surplus defisit underwriting
dana tabaru diakui pada saat entitas asuransi menyalurkan dana talangan sebesar
jumlah yang disalurkan
b. Penyisihan
Teknis (Technical Provision)
Ø Penyisihan
teknis untuk asuransi syariah terdiri dari:
·
Penyisihan kontribusi yaitu jumlah untuk
memenuhi klaim yang terkait dengan kontribusi yang timbul pada periode berjalan
atau periode mendatang (penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak).
·
Klaim yang masih dalam proses yaitu
jumlah penyisihan atas ekspektasi klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai
dengan akhir periode berjalan yang akan dibayar pada periode mendatang.
Penyisihan tersebut termasuk beban penanganan dikurangi beban klaim yang
menjadi kewajiban reasuransi.
·
Klaim yang terjadi tetapi belum
dilaporkan yaitu jumlah penyisihan atas klaim yang telah terjadi tetapi tidak
dilaporkan sampai dengan akhir periode berjalan. Penyisihan tersebut termasuk
beban penanganan dikurangi beban klaim yang menjadi kewajiban reasuransi.
Ø Penyisihan
teknis diakui pada saat akhir periode pelaporan sebagai beban dalam laporan
surplus defisit underwriting dana tabarru’.
Ø Penyisihan
teknis diukur sebagai berikut:
·
Penyisihan kontribusi yang belum menjadi
hak dihitung menggunakan metode yang berlaku dalam industri perasuransian.
·
Klaim yang masih dalam proses diukur
sebesar jumlah estimasi klaim yang masih dalam proses oleh entitas pengelola.
Jumlah estimasian tersebut harus mencukupi untuk mampu memenuhi klaim yang
terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir periode pelaporan, setelah
mengurangkan bagian reasuransi dan bagian klaim yang telah dibayarkan.
·
Klaim yang terjadi tetapi belum
dilaporkan diukur sebesar jumlah estimasi klaim yang diekspektasikan akan
dibayarkan pada tanggal neraca berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang
terkait dengan klaim paling kini yang dilaporkan dan metode statistik.
c. Cadangan
Dana Tabarru’
Ø Cadangan
dana tabarru’ digunakan untuk:
·
menutup defisit yang kemungkinan akan
terjadi di periode mendatang; dan
·
tujuan memitigasi dampak risiko kerugian
yang luar biasa yang terjadi pada periode mendatang
·
untuk jenis asuransi (class of business)
yang menunjukkan derajat volatilitas klaim yang tinggi.
Ø Cadangan
dana tabarru’ diakui pada saat dibentuk sebesar jumlah yang dianggap
mencerminkan kehatihatian (deemed prudent) agar mencapai tujuan pembentukannya
yang bersumber dari surplus underwriting dana tabarru’.
Ø Pada
akhir periode pelaporan, jumlah yang diperlukan untuk mencapai saldo cadangan
dana tabarru’ yang dibutuhkan diperlakukan sebagai penyesuaian atas surplus
underwriting dana tabarru’
2)
Penyajian
1. Bagian
surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta
disajikan secara terpisah pada pos “bagian surplus underwriting dana tabarru’
yang didistribusikan kepada peserta” dan bagian surplus yang didistribusikan
kepada entitas pengelola disajikan secara terpisah pada pos “bagian surplus
underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada pengelola” dalam laporan
perubahan dana tabarru’.
2. Penyisihan
teknis disajikan secara terpisah pada kewajiban dalam neraca.
3. Dana
tabarru disajikan sebagai dana peserta yang terpisah dari kewajiban dan ekuitas
dalam neraca (laporan posisi keuangan)
4. Cadangan
dana tabarru’ disajikan secara terpisah pada laporan perubahan dana tabarru’.
3)
Pengungkapan
1. Entitas
pengelola mengungkapkan terkait kontribusi, mencakup tetapi tidak terbatas
pada:
a. Kebijakan
akuntansi untuk:
Ø kontribusi
yang diterima dan perubahannya;
Ø pembatalan
polis asuransi dan konsekuensinya
b. Piutang
kontribusi dari peserta, entitas asuransi, dan reasuransi;
c. Rincian
kontribusi berdasarkan jenis asuransi;
d. Jumlah
dan persentase komponen kontribusi untuk bagian risiko dan ujrah dari total
kontribusi per jenis asuransi;
e. Kebijakan
perlakuan surplus atau defisit underwriting dana tabarru’; dan
f. Jumlah
pinjaman (qardh) untuk menutup defisit underwriting (jika ada).
2. Entitas
pengelola mengungkapkan terkait dengan dana investasi, mencakup tetapi tidak
terbatas pada:
a. Kebijakan
akuntansi untuk pengelolaan dana investasi yang berasal dari peserta; dan
b. Rincian
jumlah dana investasi berdasarkan akad yang digunakan dalam pengumpulan dan
pengelolaan dana investasi.
3. Entitas
pengelola mengungkapkan terkait penyisihan teknis, mencakup tetapi tidak
terbatas pada:
a. Jenis
penyisihan teknis (saldo awal, jumlah yang ditambahkan dan digunakan selama
periode berjalan, dan saldo akhir);dan
b. Dasar
yang digunakan dalam penentuan jumlah untuk setiap penyisihan teknis dan
perubahan basis yang digunakan.
4. Entitas
asuransi syariah mengungkapkan terkait cadangan dana tabarru’, mencakup tetapi
tidak terbatas pada:
a. Dasar
yang digunakan dalam penentuan dan pengukuran cadangan dana tabarru’;
b. Perubahan
cadangan dana tabarru’ per jenis tujuan pencadangannya (saldo awal, jumlah yang
ditambahkan dan digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir);
c. Pihak
yang menerima pengalihan saldo cadangan dana tabarru’ jika terjadi likuidasi
atas produk atau entitas;dan
d. Jumlah
yang dijadikan sebagai dasar penentuan distribusi surplus underwriting
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Produk-produk
ekonomi syariah yang semakin banyak dan beragam seharusnya dapat menjadi daya
tarik baru bagi para investor. Mengingat pertumbuhan ekonomi syariah, terutama
pada aspek perbankan syariah, yang semakin pesat. Hal tersebut perlu mendapat
dukungan dari regulator maupun pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, terutama dalam mengakomodasi
penerapan akuntansi untuk transaksi terkait produk-produk tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Sri dan Wasilah, 2009, Akuntansi Syariah di
Indonesia, Edisi ke- 2, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
No comments:
Post a Comment